41. Two Years Ago

10.3K 1.5K 591
                                    

Pagi ini terasa begitu berbeda, tidak ada ciuman lembut yang Ranaya dapat di pipinya, atau usapan rutin yang selalu Ranaya terima di perutnya.

Pagi ini Ranaya tak mendapat semua hal manis itu. Ketika ia menatap tempat tidur di sampingnya, kosong ... Araka tak kunjung kembali walau fajar telah menampakkan diri.

Ranaya menghela, menyingkap selimut yang menutupi separuh tubuhnya, bergerak menuju jendela dan menyingkap tirainya agar sinar matahari masuk ke kamarnya. Ranaya mengambil napas dalam-dalam, menghirup udara pagi yang terasa sejuk. Memberi asupan sehat untuk calon buah hatinya yang sedang tumbuh di dalam rahimnya.

Ranaya menatap pintu gerbang yang terlihat dari jendela kamarnya, berharap ada motor Araka yang melewati pintu itu. Namun yang Ranaya dapati hanya petugas satpam yang berjaga di pos sana. Menikmati secangkir kopi hitam sambil membaca koran.

Ranaya menyentuh perutnya begitu merasakan tendangan kecil. Mungkin bayinya juga bisa mendengar suara hatinya yang dilanda gundah-gelisah.

"V kangen Papa, ya?"

Walau suara angin yang menjawabnya, Ranaya mempunyai insting kuat jika calon bayinya menjawab 'iya'.

Sambil tersenyum manis Ranaya kembali menuturkan. "Kita berdo'a sama-sama supaya Papa pulang hari ini. V yang sabar, ya, Nak. Nanti V bisa main sama Papa lagi, kok. Mama akan coba telfon Papa lagi, semoga nanti Papa jawab telfon Mama, ya, Sayang."

Ranaya mengakhiri ucapannya dengan senyuman mungil. Seandainya saja, kepala Ranaya bisa mencapai perutnya, ia ingin memberi ciuman hangat pagi hari seperti yang selalu Araka lakukan. Selain dirinya, sepertinya V juga menginginkan papanya kembali.

Ranaya menoleh begitu pintu kamarnya diketuk tiga kali. Dengan senyuman mengembang Ranaya segera mendatangi pintu. Besar harapannya jika itu adalah suaminya.

Namun ....

"Ar, kamu udah pu —Mbak?"

Ranaya membeku. Ternyata dugaannya salah, bukannya sang suami Ranaya malah menemukan salah satu ART rumahnya berdiri di depan pintu kamarnya.

Ibu-ibu ART itu tersenyum canggung. "Anu, Non, maaf mengganggu. Non Ranaya disuruh ke bawah sama Tuan, udah waktunya sarapan."

Perlahan-lahan Ranaya kehilangan senyumannya, ia menundukkan pandangan kala tahu ekspetasinya salah. Mengambil napas berat, ia mengangkat pandangannya dengan senyuman tipis. "Makasih, Mbak. Aku ke bawah bentar lagi."

"Kalau gitu saya permisi, ya, Non."

Ranaya mengangguk mengizinkannya pergi, ia menutup pintu kamarnya lagi diiringi hembusan napas tajam. Ranaya begitu berharap suaminya datang.

Lebih baik sekarang, ia segera turun ke bawah agar papa mertuanya tidak terlalu lama menunggu.

Ranaya hanya membersihkan wajah dan menyikat giginya tanpa melewati mandi pagi. Mengganti baju tidurnya dengan dress panjang berwarna kalem yang tidak terasa sesak saat dipakai dalam keadaan hamil besar seperti ini.

Membuka lemari, Ranaya tak sengaja menemukan beberapa potong baju Araka ada di sana. Ranaya menyentuhnya dengan begitu lembut, membayangkan jika itu suaminya sambil tersenyum hampa.

"Apa mungkin aku harus jujur sekarang, Ar?" ucapnya begitu sendu. "Tapi aku gak yakin kalau kamu bakal ngerti, aku ngelakuin ini untuk kita." Ranaya menghembuskan napas pelan. "Untuk Viora."

Ranaya menunduk mengusap perutnya lagi. Sekarang, Ranaya mengasihani dirinya sendiri.

***

Sarapan pagi telah usai.

Ranaya membantu ART membersihkan meja makan dengan mengangkut piring-piring kotor bekas sarapan. Sesekali tanpa ragu Ranaya mencuci piring walau para ART sudah meminta mengambil alih pekerjaannya.

MY STARBOY ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang