"Ar, meninggal!"
"Siapa?!"
Dengan kecepatan kilat Araka bangun dari tempat tidur, membalut selimut ke tubuhnya yang hanya memakai celana pendek. Bergegas berlari ke sumber suara itu. Araka semakin dibuat panik melihat istrinya menangis tersedu-sedu.
"Apa? Gimana? Kenapa? Kok, bisa? Siapa yang meninggal?!" tanya Araka beruntun.
Sambil menangis sesegukan Ranaya menggerakkan jarinya. Menunjuk sesuatu yang tergeletak tak bernyawa dalam kandangnya.
"M-Mr. Rabby meni-ninggal. Liat, tuh," ujarnya terhisak kuat.
Ranaya terlihat begitu terpukul. Niat awal ingin memberi sarapan pada hewan peliharaan kesayangannya, pagi ini Ranaya malah mendapatinya terbujur kaku.
Araka menghela. Ia tak tahu bagaimana posisinya kini. Haruskah ia ikut berduka cita atau berbahagia? Masalahnya, sejak adanya Mr. Rabby Araka selalu dinomorduakan oleh sang istri, karena kelinci itu perhatian Ranaya terbagi. Jadi ... jika hewan itu musnah, berarti perhatian Ranaya sepenuhnya akan menjadi miliknya, 'kan?
"Ngapain senyum-senyum gitu?!"
Senyum Araka ikut musnah saat Ranaya memergoki dirinya. Ia pun tersenyum canggung merangkul istrinya sambil mengusap lengannya.
"Ng-nggak, Babe. Cuman aku bingung aja kenapa bisa mati. Perasaan kamu ngasih makannya selalu rajin, 'kan?"
Ranaya mengangguk seraya mengusap air matanya. Masih menatap sedih jasad Mr. Rabby di dalam kandang.
"Mungkin udah umurnya segitu. Kamu yang tabah, ya. Cup, cup, cup, Sayang."
Diam-diam Araka tersenyum lagi, mengarahkan kepala Ranaya untuk bersender ke bahunya, lalu ia dekap dengan hangat. Seolah ikut berbela sungkawa padahal aslinya Araka bahagia.
"Sekarang kamu mandi, ya. Udah hampir jam enam, nih. Bentar lagi, 'kan, mau sekolah. Nanti Mr. Rabby biar aku yang ngubur," kata Araka mengusap lembut sisi kepala istrinya.
"Se-sebelum berangkat sekolah aku boleh ngelayat dulu gak?"
"Eh?"
Alis Araka naik sebelah, heran. Tak ingin membuat Ranaya tambah bersedih ia memilih mengikuti semua keinginan (aneh) gadis itu.
"B-boleh, nanti aku minta tolong tukang kebun cariin bunga buat kamu juga, ya."
"Jangan mawar."
"Iya," jawab Araka dengan sabar.
Ranaya memandang Mr. Rabby sekali lagi, ia masih tidak rela jika kelinci yang ia rawat dan ia besarkan seperti anaknya sendiri itu kini sudah tak bernyawa. Melambaikan tangannya untuk acara perpisahan, Ranaya akhirnya pergi. Meninggalkan Araka yang menggelengkan kepalanya tak habis pikir.
Araka meletakkan selimut yang membalut tubuhnya ke tempat tidur. Mengambil kaos santai yang ada di gantungan baju. Berniat membereskan bangkai kelinci kesayangan istrinya.
Kadang Le dan Mr. Rabby dibuat saling berdampingan, diletakkan di kamar mereka sesuai dengan permintaan Ranaya. Ranaya juga bilang, supaya dua makhluk berbeda jenis itu bisa akur.
Tapi kenyataanya, Le selalu menggerang terancam saat berdekatan dengan Mr. Rabby.
Ranaya lagi-lagi membantah. Katanya Le dan Mr. Rabby memang begitu awalnya, sama seperti mereka pertama jumpa dulu. Bagai buaya dan anaconda. Lama-kelamaan, juga akur sendiri.
Itu opini ibu hamil yang polos tak berdosa, tolong jangan disalahkan.
Setelah memasukan bangkai kelinci itu ke sebuah kain lapuk tak terpakai, Araka berniat memberi makan kucingnya sesuai jadwal pagi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY STARBOY ✓
RomanceVarrios, tim yang berdiri sejak tiga tahun yang lalu. Kini diambil alih kepemimpinannya oleh Araka. Sebuah tragedi menyeret semua personil mereka. Satu-persatu ... dengan segala ancaman dan misteri. Pengkhianat yang berkedok teman, dan musuh yang me...