9. Broken Princess

31.8K 2.3K 84
                                    

Perjalanan menuju rumah sakit hanya diwarnai kebisuan. Tak ada yang berminat memulai percakapan dalam mobil mewah itu. Kedua insan di dalamnya kompak memilih membisu.

Araka menghela berat. Melirik gadis dengan hoodie queen size berwarna putih juga celana jeans panjang yang melekat di tubuhnya —baju Aretta yang ia berikan pada gadis itu. Sebab tak mungkin Ranaya memakai baju yang dipakainya semalam.

Sejak masuk ke mobil, Ranaya hanya diam. Dengan tatapan kosong dan bibir mengatup rapat. Melamun sepanjang perjalanan Araka membawanya ke rumah sakit —tempat yang ia minta saat pemuda itu berinisiatif mengantarnya pulang pagi ini.

Araka mencengkram setir kemudi. Dia tak tahan dengan kesunyian ini. Ingin sekali dia mengajak Ranaya mengobrol untuk sekedar mencairkan suasana, tapi ia tidak tahu topik apa yang pantas ia tanyakan.

Menanyakan apakah Ranaya baik-baik saja? Itu pertanyaan konyol. Dengan mata kepalanya sendiri Araka sudah melihat sehancur apa gadis itu karena ulahnya. Malam panas mereka tak menghasilkan apa-apa selain kecanggungan yang membuat Araka menyesal. Ia melihat sendiri bagaimana Ranaya yang tercekat melihat noda merah di tempat tidurnya.

Alhasil, mereka sama-sama membisu sepanjang perjalanan. Sampai mobil yang Araka kendari memasuki area parkir rumah sakit. Ia mematikan mesin mobil setelah menemukan tempat parkir yang pas. Memandang Ranaya dari samping. Gadis itu masih setia mengatubkan bibirnya.

"Babe."

Tak ada sahutan. Ranaya seakan tenggelam dalam lamunan. Dengan lembut Araka menggenggam tangan Ranaya yang saling bertautan di atas paha. Membuat gadis itu mengerjap, menoleh dengan wajah bingung.

"Kita udah sampai."

Dengan kikuk Ranaya mengedarkan pandangannya. Memastikan apakah yang dikatakan Araka benar adanya. Ranaya melepaskan genggaman Araka segera, membuat pemuda itu terkesiap. Ia hendak membuka pintu mobil, namun Araka mencegahnya.

"Mau gue temenin?"

Ranaya menggeleng. "Lo pulang aja, Ar."

Araka menatapnya lama. Menghela berat sekali lagi. Sedari tadi ia sudah merasa jika Ranaya berusaha menghindarinya. Sejak mereka terbangun dalam tempat tidur yang sama, dengan keadaan tak berbusana, Ranaya diam tanpa berkomentar apapun soal kejadian semalam, itu membuat Araka menatapnya pilu. Ia benar-benar merasa seperti seorang brengs*k yang merenggut kegadisan gadis ini demi napsu hewaninya.

"Babe, gue minta maaf soal semalem. Gue kasar, ya?"

Ranaya diam saja, membuang muka ke arah lain.

"Asal lo tau, gue ngelakuin itu bukan kar'na gue udah bayar lo, tapi kar'na gue kira ... kita sama-sama suka. I'm so sorry (Gue bener-bener minta maaf) kalau lo ngerasa gue terlalu memaksakan kehendak. Tapi tolong percaya ini, gue gak pernah kayak gini sebelumnya, gue gak pernah nyentuh cewek lain kayak yang gue lakuin ke lo. Lo yang paling spesial di antara mereka. Sangat spesial. Gue kasih apa yang gak pernah gue kasih sebagai bentuk kalau lo bukan orang sembarangan di hidup gue. Gue tau ... gue salah dengan mengartikan tindakan lo semalam sebagai persetujuan, harusnya gue tau kalau lo pasti terpaksa ngelakuin itu."

Ranaya menelan saliva dengan susah payah, hatinya berdebar mengingat malam tadi lagi. Jika saja Ranaya bisa dia ingin meneriaki dirinya sendiri yang bodoh bisa tunduk dengan mudah di bawah kuasa pemuda itu. Ranaya baru menyadarinya pagi tadi, ketika merasakan rasa sesak menemukan banyak bercak merah di lehernya. Merasakan nyeri di sekujur tubuh bekas pergulatan semalam. Juga ... menemukan bercak yang sama di tubuh Araka. Ranaya tak tahu jika dirinya seliar itu dan Araka bisa menjinakkannya dengan mudah.

MY STARBOY ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang