52. You Gone

10.8K 1.6K 1.3K
                                    

Pukul 9 malam selalu menjadi langganan untuk Araka pulang keluyuran. Seperti malam ini, dia pulang setelah menyelesaikan urusannya dengan Dexa. Banyak topik yang mereka bahas meski temanya masih sama ... si pengkhianat itu.

Berjam-jam waktu yang Araka habiskan di markas sana. Satu yang membuatnya heran, dia tidak menjumpai Zico sama sekali. Sewaktu bertanya pada Dexa pun pemuda itu menjawab Zico pergi karena suatu urusan dan akan kembali dalam jangka waktu lama.

Araka yang 50% pikirannya terisi oleh kasus ini dan 50%nya lagi Ranaya, percaya saja, tidak mau terlalu ambil pusing dengan itu.

Pemuda yang akan genap berusia 19 tahun beberapa bulan lagi itu menoleh, berhenti melangkah sebelum sempat menaiki tangga. Mendapati di ruang keluarga TV-nya masih menyala dengan volume kecil. Merasa heran, ia pun mendatanginya. Alisnya menyatu membuat lipatan, menemukan sang papa menempati salah satu sofa dengan laptop di pangkuan dan kaca mata tipis transparan yang bertengger manis di hidungnya.

"Papa tumben ngerjain berkas di sini?" Araka menghampiri, duduk di dekatnya dan menyerobot kopi papanya sembarangan. Meletakkannya kembali di meja setelah nyaris kandas.

"Gak pa-pa, di ruang kerja Papa suntuk. Di sini lebih terbuka sama lebih adem aja, gak terlalu sepi."

Alis Araka menyatu lagi. "Sepi? Emang Bebeb ke mana?"

Diam.

Mr. Ken, papanya tak menjawab apapun. Hanya diam seolah pertanyaan Araka dianggapnya angin lalu. Fokus dengan ketikan di laptopnya, berakting seakan sibuk tak terganggu. Berpura-pura tidak menyadari putranya kini menatapnya penuh harap, berharap sang papa mau menjawab pertanyaan sederhana yang cukup mengganjal di benaknya.

"Papa ...."

"Tidak tahu."

Araka menghela kasar, mengangkat bokongnya dari sofa. Memilih pergi tanpa meninggalkan kata, menyisakan sang papa yang menatap punggungnya dengan sendu.

Mr. Ken ikut menghela udara, meletakkan laptop di samping tempat duduknya lalu mengusap wajahnya dengan gusar. Melepas kaca matanya setelah penat menggantung di hidungnya, sembari bergumam.

"Kasian sebenernya. Tapi gak pa-pa, lah. Biar tahu rasa dia. Sekali-kali ngerjain anak sendiri."

Ya, Tuhan. Berkati pria tua ini. Karena 80% pembaca di sini suka Araka tersiksa.

Araka sendiri, masuk ke kamarnya dengan langkah pelan. Berjaga-jaga siapa tahu Ranaya sedang tidur dan dia tak sengaja membangunkannya. Pikirnya, awalnya seperti itu.

Namun setelah membuka pintu, Araka menautkan alis-alisnya. Kamarnya kosong tanpa penghuni, tempat tidurnya rapi dengan lampu yang menyala seluruhnya. Tidak menimbulkan kecurigaan jika istrinya sudah pergi berjam-jam yang lalu. Wangi sampo Ranaya pun masih tercium ketika membuka pintu, makin meyakinkan Araka jika di kamar ini tidak ada sesuatu yang mencurigakan.

Araka menutup pintu kamarnya, memanggil sang istri seperti panggilan biasa. Hening, hanya suara sayap nyamuk yang menjawabnya. Melepas jaket dan menggantungnya di belakang pintu, Araka melangkah lebih dekat. Membuka pintu kamar mandi dan mengecek setiap sudut kamar.

Istrinya tidak ada.

Membuka lemari, mengecek persediaan baju. Baju-baju Ranaya pun masih tersimpan rapi di dalam sana. Namun entah mengapa Araka merasa ada yang kurang. Ada beberapa potong baju yang enyah dari tempatnya.

Merogoh saku celananya, Araka mengeluarkan ponselnya. Menelfon sang istri untuk yang kesekian kali. Dia lantas menoleh, mendapati benda persegi bergetar di atas nakas. Araka menghampiri dan mengambilnya, itu ponsel Ranaya. Gadis itu meninggalkannya di sini.

MY STARBOY ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang