55. Finally Fighting

12.2K 1.8K 1.2K
                                    

"THEO!"

Araka dan lainnya terkejut bukan main. Theo seketika ambruk bahkan sebelum sampai di sofa. Dengan mengacuhkan denyutan di kepalanya Araka menghampiri Theo. Menepuk pipinya berkali-kali hingga Theo tersadar walau tenaga pemuda itu sangat lemah. Matanya terbuka namun sayu-sayu. Sekilas dia terlihat seperti orang pingsan, namun Araka tahu Theo masih sadar walau hanya 5%.

Araka meminta bantuan pada teman-temannya untuk menggiring Theo berbaring di sofa. Menidurkan laki-laki dengan pakaian berdarah-darah itu dengan paha Cia sebagai bantalannya. Gadis itu yang memintanya sendiri, dia panik mendapati kakaknya terluka separah ini. Pelipis kanannya tergores, darah kering yang keluar mengalir hingga melewati mata. Permusuhan ini benar-benar banyak menyeret korban.

"Minggir."

Dexa menyuruh semua orang yang berkerumun untuk menyingkir. Dia membungkuk di dekat kaki Theo, memeriksanya. Tanpa pikir panjang Dexa membuka sepatu Theo dan melingkis celana seragamnya ke atas. Mata kaki kanan Theo tergeser dari tempatnya, ada luka lebam di sana. Bisa dipastikan benda tumpul baru saja melayang di sini.

"Tulangnya tergeser, gue bisa mulihin ini seperti semula, tapi ... pasti agak sakit. Lo bisa tahan itu, oke?"

Di saat kesadarannya mulai meningkat Theo meringis kuat saat Dexa menyentuh lukanya. Namun tak urung dia tetap mengangguk lemah. Tangan Cia yang semula ada di lehernya ia genggam dengan kuat. Dapat ia rasakan tangan adiknya pun ikut gemetar melihatnya terluka separah ini.

"Tahan, Yo."

Dexa mulai melakukan pengobatannya. Dia menahan pergelangan kaki Theo dengan satu tangannya, sementara tangannya yang lain memutar kaki Theo dalam sekali hentakan sampai bunyi retakan didengar oleh semua orang.

Theo berteriak sekencang-kencangnya, kesadarannya pun langsung naik drastis. Teman-temannya ikut meringis membayangkan bagaimana sakitnya di posisi Theo. Terutama Juna yang merem-melek melihat usaha Theo menahan sakitnya.

Wajah Theo memerah dengan keringat di mana-mana. Ia hanya bisa terengah-engah sembari memejamkan matanya rapat-rapat. Menggelengkan kepalanya nyaris frustasi karena rasa sakitnya. Tidak tahan dengan itu, cengkeramannya di pergelangan tangan Cia pun ikut semakin erat.

Menyebabkan tangan adiknya membekas jejak kemerahan. Syukurlah Cia tidak memprotes akan hal itu, yang ia pedulikan saat ini hanya kakaknya. Walaupun menyebalkan dan usil, Cia selalu menyayangi Theo sebagai kakak sekaligus kembarannya.

"BANGSAT! SAKIT! LO NIAT BANTUIN APA BUNUH GUE, SIH! AGRH!"

"Gue bilang tahan, ya, tahan! Laki bukan, sih, lo!" Dexa ikutan geram, dia masih berusaha memperbaiki tulang Theo ke tempat asalnya. "Ar, pegangin kaki yang satunya."

Araka mengangguk, dia berpindah posisi di ujung sofa tepatnya di dekat kaki Theo. Dengan kuat dia menahan kaki Theo yang lain agar tidak menendang ke segala arah saat satu kakinya diobati.

Theo menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, jika tidak ingat harga diri dia akan menangis sekencang-kencangnya. Menyembunyikan wajahnya yang semakin merah padam di perut Cia, untungnya ikut tertutupi oleh rambut adiknya yang panjang terurai. Dia pun membantu menyeka keringat kakaknya dengan tangannya sendiri.

"Oke, udah."

Dexa menghela napas pendek, meletakkan kaki Theo yang sudah ia perbaiki tulangnya dengan hati-hati setelah membuat Theo menjerit berkali-kali. Mengambil bantal sofa berukuran kecil sebagai bantal kaki Theo. Meminta salah satu anggota perempuan untuk membalutnya dengan perban yang agak tebal.

"Tulang lo cuma tergeser dikit, sekarang udah balik, tapi gue gak terlalu yakin kalau ini cukup efektif. Lo belum bisa jalan sepenuhnya, minimal harus di-gips supaya lo gak pecicilan dulu. Ini cuma sementara, entar abis dari sini lo tetep ke rumah sakit buat penanganan yang lebih intensif."

MY STARBOY ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang