"Rey, lebih cepet, Rey!"
Rey mengangguk patuh tak kalah cepat. Menancapkan gasnya lebih dalam lagi, memacu mobilnya dengan kecepatan laju. Mendengar betapa paniknya Araka kini Rey semakin tidak sabar untuk sampai di markasnya.
Dia tidak hanya berdua saja. Di belakang mobilnya ada Juna yang membawa motornya sendiri, memimpin pasukan Varrios juga sebagian Gardion menuju markas Varrios yang kini diserang orang berjaket merah-hitam. Orang-orang yang sempat Araka pergoki malam tadi, rupanya mereka melakukan penyerangan hari ini.
Ia dan Rey sempat kewalahan karena Theo tidak bersama mereka saat orang-orang di markas memberitahu markas diserang. Belum lagi motor Araka yang mengalami kesialan berupa ban motornya dikempeskan dua sekaligus. Alhasil dia harus menumpang di mobil Rey menuju markas.
Sementara Juna, ia diminta mengumpulkan anggota Varrios sebanyak yang ia bisa. Anak buah Theo yang paling diutamakan, mereka rata-rata berbadan tegap walau masih berusia belasan. Sialnya saat ditanya tidak ada satupun yang memberitahu di mana Theo bersemayam kini. Juna ikut meminta beberapa bawahannya untuk menghubungi pihak Gardion guna meminta bantuan. Juna yakin Rasen dan awak kapalnya akan sangat senang membantu.
Araka berdecak frustasi. Belum hilang kepulan asap di kepalanya setelah dibuat pening mengerjakan ujian, saat ia akan pulang ke rumah Juna yang sudah ia tempati dari semalam, kabar buruk seolah selalu mengancamnya. Membuat hidup Araka rasanya tidak boleh beristirahat sebentar saja. Mati-matian ia menahan emosi demi bisa berpikir jernih. Dia seorang ketua, semua orang menunggu perintahnya. Araka harus benar-benar kuat untuk itu. Ia tidak boleh salah mengambil langkah.
"Gimana gue bisa lengah, sih!" decaknya. Memukul dashboard mobil Rey yang tak bersalah dengan penuh kesal. "Mereka pasti ngeliat gue waktu mergokin mereka di kelab tadi malam."
"Dan mereka memilih bergerak buas hari ini," lanjut Rey. "Tapi gak pa-pa, Ar. Setidaknya permusuhan ini bakal cepat berakhir. Semakin kita tau wujud asli mereka, semakin kita cepat bertindak. Mau tawuran juga ayo, gue siap kalau itu untuk kedamaian nantinya. Yang penting semua ini cepet selesai."
Araka mengangguk, dia setuju. Dia pun juga menginginkan semua ini cepat berakhir.
Rey membelokkan mobilnya ke jalanan setapak mobil. Tidak ada waktu 10 menit setelah mobilnya memasuki jalan itu. Dirinya sudah disambut oleh keributan di depan markas. Banyak orang-orang berjaket hitam —Varrios— bergulat hebat dengan orang-orang berjaket hitam-merah itu. Bahkan ditengah-tengah mereka terdapat si jaket biru —Cyber— ikut membantu mengalahkan serangan-serangan ini. Nampaknya sebelum ia dan sang ketua datang Cyber sudah dipanggil untuk membantu.
Mereka bergulat begitu beringas, menonjok dan menendang lawan mereka tanpa ampun. Mengacuhkan darah yang keluar di mana-mana. Bisa-bisa pertarungan ini menyeret korban jiwa mengingat bagaimana cara berkelahi mereka yang cukup brutal.
"Ar, di belakang lo!" Dexa memekik kuat, fokus dengan tiga orang pengkhianat di depannya. Satu di antara mereka pernah ia lihat wajahnya di dalam markas Cyber. Besar keinginan Dexa untuk mengirim orang itu pada Tuhan.
Araka menghindar cepat, menangkis tangan yang memegang pisau dengan tendangannya. Memberi pukulan telak pada orang-orang yang mendekat untuk menyerangnya sambil membabi-buta. Tak peduli mereka akan tak sadarkan diri atau berakhir tewas.
Mata Araka mengedar, ia tidak menemukan perempuan yang ia lihat tadi malam. Padahal ia sudah mewanti-wanti ingin menghabisi gadis itu dengan tangannya sendiri.
Namun yang ia lihat saat ini orang-orang berjaket hitam-merah yang datang malah dominan laki-laki. Beberapa di antara mereka pernah Araka lihat di kelab malam tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY STARBOY ✓
RomanceVarrios, tim yang berdiri sejak tiga tahun yang lalu. Kini diambil alih kepemimpinannya oleh Araka. Sebuah tragedi menyeret semua personil mereka. Satu-persatu ... dengan segala ancaman dan misteri. Pengkhianat yang berkedok teman, dan musuh yang me...