36. I Trusted You

13.1K 1.6K 870
                                    

Satu minggu ini telah berlalu tanpa terasa. Luka yang Elena dapat di perutnya mulai berangsur memulih. Berkat tindakan cepat yang Zico lakukan saat membawanya minggu lalu.

Zico berhasil memanipulasi Araka dan Theo yang saat itu ada di dekatnya, hingga ia bisa membawa kabur Elena yang nyaris sekarat. Dengan segera Zico membawa Elena ke klinik kepercayaannya untuk mengeluarkan peluru yang ia tanamkan di tubuh gadis itu.

Zico harus berpikir dua kali jika ingin membawa Elena ke rumah sakit. Dia seorang pengedar, akan sangat berbahaya jika ada orang yang melihat wajahnya. Karena itu, ia harus memakai masker dan penutup kepala saat mengunjungi Ranaya beberapa hari lalu.

Mata tajamnya masih terus mengintimidasi, seolah tak membiarkan objeknya kabur dengan menguncinya. Memandang lurus kelopak mata yang tertutup karena menahan rasa sakit itu, menunggunya terbuka dengan berdiri di ambang pintu sambil melipat tangan.

Zico menghembuskan napas pelan, menunggu gadis yang terbaring tak berdaya di atas tempat tidurnya yang berada di markas Cyber. Ditemani oleh seorang dokter yang ia panggilkan khusus untuk mengganti perban yang melilit perut Elena.

Saat Zico sedang fokus memperhatikan Elena, Dexa masuk ke kamarnya. Berusaha tidak menimbulkan suara dengan berjalan perlahan. Berdiri di samping Zico yang memasang wajah tanpa ekspresi.

Dexa mengikuti arah tatapan Zico, barulah ia mengerti apa yang lelaki itu perhatikan. "Peluru lo termasuk peluru ringan, nggak akan berakibat fatal."

"Ya, i know. (gue tau.)" Zico menjawab seadanya. "Lo nemu sesuatu?"

Dexa menggeleng. "Gue belum bisa nemuin pelaku di balik obat yang ngancam Ranaya. Gue yakin pihak Varrios juga belum bisa mengungkit siapa dalang dari kasus ini, gue akuin orang itu cukup pintar bermain taktik. Bahkan orang sekelas Rey dibikin sulit mecahin kasusnya."

Zico mengangguk pelan, mengerti paparan yang Dexa sampaikan. "Terusin, gue mau kasus ini lo telusuri sampai tuntas."

Dexa mengernyit samar. "Tapi, menurut gue kasus ini sama sekali gak menguntungkan buat Cyber."

"Apa cuma kar'na alasan itu lo bakal melanggar perintah gue?"

Dexa menundukkan kepalanya, pertanda ia menyesal telah mengeluarkan pendapatnya.

"Target orang itu ... Ranaya, jelas gue gak bisa tinggal diam. Kalau niat orang itu cuma untuk menghancurkan Varrios, gue gak masalah. Tapi dia udah berani nyeret nama Ranaya, itu yang jadi alasan gue harus turun tangan." Zico menatap anak buahnya dengan tegas.

Dexa menggeser bola matanya, melirik Elena yang terbaring lemah. "Satu-satunya ancaman Ranaya ada di depan lo. Lo harus tau tujuan utama Elena lakuin hal itu kemarin adalah untuk gugurin kandungan Ranaya."

Zico beralih menatap Elena lagi. "Soal Elena gue bisa atasi itu sendiri, sisanya lo yang urus."

Dexa mengangguk patuh.

Dokter yang bertugas mengganti perban Elena mulai membereskan peralatan medisnya. Bersiap untuk beranjak karena pekerjaannya telah usai. Ia bangkit, dan menghampiri Zico terlebih dahulu.

"Lukanya mulai membaik, jangan telat memberikan obat yang saya berikan, dengan begitu jahitannya bisa cepat kering."

Zico mengangguk paham. Melirik Dexa di sampingnya, memberi kode untuk Dexa menyerahkan amplop berisi segepok uang untuk biaya tutup mulut juga pengobatan Elena pada dokter itu.

"Anda tau apa yang harus Anda lakukan, Dokter?"

Dokter itu menganggukkan kepalanya. "Saya berjanji tidak akan memberitahu siapapun soal tempat ini, siapa penghuninya, dan apapun yang ada di dalamnya."

MY STARBOY ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang