"Jadi?" Argi mengulang pertanyaannya. Masih setia menunggu jawaban yang akan dilontarkan Ranaya. Memberi sedikit tatapan mengintimidasinya, membuat Ranaya semakin berkeringat dingin.
Malam hari ini. Mereka duduk di salah satu meja cafetaria yang dekat dengan parkiran rumah sakit. Tengah membicarakan perihal uang bernilai fantastis yang dikeluarkan Ranaya untuk biaya rumah sakit sang ibu. Yang membuat Argi merasa heran, Ranaya bisa membayarnya secara kontan. Ia melihat sendiri gadis itu berdiri di depan meja bagian administrasi sambil menyodorkan kartu ATM-nya.
"Nay, kamu gak berbuat macem-macem buat dapetin uang sebanyak itu, 'kan?"
Ranaya mendongak, menatap Argi dengan mata sedikit mendelik. "A-aku ... aku pinjam di bank, Kak."
Argi menaikan sebelah alisnya, menilai kadar keyakinan dari jawaban gadis itu. Lalu menghela tajam setelahnya. "Kenapa kamu gak minta sama Kakak aja, sih? Kenapa kamu gak pernah mau Kakak ngasih bantuan buat biaya rumah sakit mama kamu?"
Ranaya tersenyum tipis. "Kakak udah cukup bantuin aku."
"Kamu selalu ngulang kalimat yang sama." Argi mulai kesal.
"Kakak, bukan gitu." Ranaya melembutkan nada bicaranya. Mencoba membuat Argi mengerti. "Aku gak mau nyusahin banyak orang lagi kar'na aku percaya, kalau aku sendiri aja udah cukup buat hadapin masalah ini. Aku selalu percaya kalau aku bisa." Ranaya menghembuskan napas ringan. "Lagipula ... aku udah dapet uangnya juga, 'kan. Jadi untuk sementara masalah mama aku selesai. Aku janji, aku bakal bilang sama Kakak kalau aku ada masalah. Tapi untuk soal Mama, tolong ... hargai privasi aku."
Argi menggenggam kedua tangan Ranaya di atas meja. Menyalurkan rasa sayangnya lewat genggaman itu. Tersenyum simpul menerima penjelasan Ranaya. "Kamu gak perlu khawatir soal mama kamu. Kakak dan para dokter di sini bakal berusaha semaksimal mungkin supaya Nyonya Ella bisa siuman."
Ranaya tersentak merasakan usapan halus di buku tangannya. Ia menatap kedua tangannya yang berada di genggaman pria itu. Ini adalah kali pertama mereka melakukan kontak fisik sedekat ini tanpa ada penolakan halus dari Ranaya.
"Kamu cukup berdo'a untuk kesembuhan mama kamu. Sisanya, biarkan itu jadi urusan Yang di Atas. Kamu harus yakin ini, Nay. Tuhan pasti mau yang terbaik untuk hamba-Nya. Percaya sama Kakak, kalau Tuhan pasti melancarkan segala urusan kita, mama kamu pasti segera bangun dari komanya."
Ranaya menatapnya lama, disusul dengan anggukan pelan darinya. Hatinya merasa yakin berkat penuturan Argi. Ia turut mengutas senyuman tipis. Sosok Argi yang dewasa selalu bisa membuatnya kagum.
"Yang penting sekarang, kamu harus fokus sama sekolah kamu. Kamu tenang aja, di sini ada Kakak yang bakal gantiin peran kamu buat jagain Nyonya Ella, hm?"
Ranaya tersenyum semakin lebar. Senyuman manis yang terlihat begitu tulus. "Makasih, Kak."
Argi membalas senyumannya. Dokter itu merasa berbunga karena Ranaya tak menarik tangannya dari genggaman. Membuat Argi merasa percaya diri mempererat genggaman mereka. "Sama-sama. Kamu harus tau, Nay, Kakak ngelakuin semua itu kar'na Kakak—"
"Babe, gak boleh selingkuh!"
Ranaya spontan menoleh. Membelalakkan mata. Menatap terkejut sosok yang menatapnya tajam sambil mengepalkan tangannya kesal. Berteriak lantang mengundang tatapan heran pengunjung cafetaria.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY STARBOY ✓
RomanceVarrios, tim yang berdiri sejak tiga tahun yang lalu. Kini diambil alih kepemimpinannya oleh Araka. Sebuah tragedi menyeret semua personil mereka. Satu-persatu ... dengan segala ancaman dan misteri. Pengkhianat yang berkedok teman, dan musuh yang me...