21. Cyber Vs Varrios

20.9K 1.9K 242
                                    

"Cewek, sendirian aja, nih?"

Theo bersiul genit saat seorang gadis lewat di depannya. Menaik turunkan alisnya menggoda, seraya duduk di atas motornya yang terparkir rapi.

"Waktu liat cewek mata lo kek cilok aja, Yo. Bulet." Juna yang duduk di sampingnya tertawa nyaring.

"Theo demennya sama yang montok-montok." Rey ikut menambahkan.

"Montok? Oh ada, noh. Si Cimoy."

Dua temannya tertawa renyah karena ucapan Araka. Mereka yang duduk berjejer di atas motor masing-masing itu kompak mengejek Theo yang selalu bangga memamerkan dirinya playboy padahal tak pernah sekalipun Theo mengajak seorang gadis ke markasnya. Rata-rata dari perempuan yang pernah didekatinya hanya numpang lewat saja, terbawa perasaan lalu ditinggalkan.

"Ketawa aja lo pada! Gue, tuh, ya, sebenernya kalau udah sayang sama orang kebangetan. Tapi sekalinya serius malah disia-siain. Mubazir banget, 'kan?" Theo berkata melankolis.

"Nih, Yo. Gue kasih Tolak Angin."

Theo mengernyit menerima se-sachet obat masuk angin herbal cair dari Araka. "Buat apa? Mau mabuk?"

"Nggak, biar lo jadi orang pinter."

Juna tertawa paling kencang. Rey yang berada di posisi paling pinggir sembari menyender di badan motornya hanya terkekeh kecil. Ia sedang fokus pada ponselnya, sesekali menimbrung candaan teman-temannya.

"Makasih, lho." Theo tersenyum terpaksa. Menanggapi cengar-cengir Araka dengan logat santainya.

"Tapi Theo bagus, dia berkelana ke hati wanita untuk mencari jati hatinya. Biar klop sama patahannya gitu, gak kayak si Juna. Udah tau hati Jira bulet, lo yang udah jelas kotak tetep aja maksain masuk."

"Gas terus, Ar! Gas terus!" Juna memekik terhina. Selalu saja, kisah cintanya yang paling dibuat miris di sini. "Emang apa yang salah, sih? Gue yang suka sama Jira, kok, lo yang sewot? Kan, cinta itu berawal dari mata ... turun ke hati."

"Lah, gak mampir ke otak dulu? Pantesan aja bego."

Theo dan Araka kompak bertos-ria. Ciri khas pertemanan mereka, bukan saling menjatuhkan satu sama lain, tapi kompak menjatuhkan orang lain sama-sama. Mantap!

"Ngomong-ngomong, ya, Ar. Lo belum cerita-cerita soal pernikahan lo."

Araka mengernyitkan dahinya saat Rey bertanya. "Cerita gimana? Perasaan, ya, gitu-gitu aja."

"Ya ... cerita apa kek, kita sebagai temen sekaligus yang bantuin lo dulu, 'kan, juga pengen tau. Kali aja bisa dipakai buat simulasi gitu." Theo menambahkan.

Araka menengadah. Mengingat hal apa saja yang ia hasilkan setelah menikah dengan Ranaya. "Perubahan gue setelah menikah banyak, sih. Sekarang, tuh, gue udah biasa lipat selimut sendiri kalau habis bangun tidur, kolor udah gak berceceran ke mana-mana, naruh handuk udah gak sembarangan lagi. Kadang kalau pagi Bebeb yang bikin sarapan, gue yang nyuci piring. Gue juga jarang main PS, keluyuran paling ke markas doang. Ya ... banyak lagilah. Baru sadar juga gue."

Juna yang ikut menyimak manggut-manggut pelan mendengarnya. "Emang Ranaya nyuruh lo ngelakuin semua itu?"

"Nggak." Dengan enteng Araka menggeleng. "Dia selalu bilang mulai sekarang gue harus berubah. Minimal gak sering bikin dia naik darah. Ya, lo tau sendiri, Bebeb galaknya kayak apa. Kalau lagi ngambek, beuh ... judes parah! Nah, gue teliti, tuh, apa aja hal-hal kecil yang bisa bikin dia marah. Jadi harus mulai gue kurangin, biar tiap malem dikasih jatah."

"Tai!" Juna meraup gemas wajah Araka dengan telapak tangannya.

"Tapi serius, lho, Ar. Lo sadar gak, sejak lo nikah sama Ranaya lo udah gak pernah clubbing lagi?"

MY STARBOY ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang