YAYY UPDATEE!!
Ramein chapter ini yaa bro-bro 😚👍HAPPY READING SEMUA ❤️❤️
⚪ ⚪ ⚪
Musibah. Hari ini Pak Pasmud menggila kalo kata Jali. Baru masuk kelas, guru tua berbadan gembul itu langsung memberi tugas. Tidak tanggung-tanggung, tugasnya berisi 50 soal pilihan ganda dan 10 essay yang harus dikerjakan dan dikumpulkan hari ini juga.
Satu-satunya kabar baik adalah Pak Pasmud yang meninggalkan kelas dan belum kembali sampai sekarang.
Kini Xavior, William, Ricky, Gerald, Jali, dan Matthew berada di luar kelas. Lebih adem soalnya. Menikmati udara dingin sehabis hujan. Keenamnya saling membagi tugas. Xavior dan William kerja bagian hitungan dan essay. Sisanya bagi rata mencari jawaban teori dari otak atau buku atau ponsel.
Harusnya mengandalkan otak saja bisa sih. Kelima orang itu ada sempat belajar dengan William, anak emas Detroit. Gak tau kumpulan cowok-cowok itu kesambet apa. Pokoknya baru-baru ini tempat tongkrongan mereka sering berubah lapak jadi les bimbel.
Entah darimana datangnya kesadaran diri sebagai seorang pelajar. Tentunya niat teladan mereka ini sangatlah bagus. Namun William diresahkan di sini. Cowok itu harus banyak-banyak bersabar. William itu paling malas buka mulut. Ngomong cuman seadanya. Kebayang gak rasanya ngajarin orang-orang yang keberadaan otaknya masih diragukan?
Xavior tampak anteng membaca lalu mengerjakan soalnya. Kadang juga mengajari Ricky dan Gerald yang duduk di kanan-kirinya. Lalu nanti Gerald akan melanjutkan ilmunya ke Matthew. Sementara Ricky ke Jali. William dibiarkan fokus sendiri. Namun kadang Xavior juga meminta pencerahan pada teman satunya itu.
Kalo dibandingin antara Xavior dan William, lebih menjamin itu diajarin hitung-hitungan sama William. Tapi kalo kamu beneran bego dan gak ngerti dari dasar, silakan menuju Xavior. Kalo ke William kamu tambah pusing.
William itu kalo ngajarin orang suka pakai bahasa pintar. Sedangkan Xavior itu ngerti kesusahan teman-temannya. Cowok itu juga suka mempersingkat rumus dengan logika agar lebih efektif. Bahasa yang dipakai juga lebih mudah dipahami dan sefrekuensi dengan otak-otak manusia kayak Jali, Gerald, Matthew, dan Ricky.
Jujur, Xavior itu terlalu diremehkan dalam bidang akademik. Reputasinya yang buruk mungkin membuat guru sering tutup mata dan menganggap semua nilainya itu hasil jiplakan menyontek. Memang Xavior tidak sejenius William, tapi cowok itu cepat tangkap kok.
Malah Xavior itu lebih cocok masuk ke jurusan IPA. Cowok itu lebih bakat mengakali rumus dan hitung-hitungan daripada pelajaran hapalan. Serius, kalo udah jamnya Sejarah, Geografi, dan Sosiologi Xavior pilih minggat dari kelas atau tidur. Bukannya gak bisa, tapi males. Namun balik lagi, passion Xavior ada di jurusan IPS.
"Udah selesai bro-bro?" Gerald buka suara.
"Sabar," Xavior mencatat cepat jawaban akhir yang ditemuinya lalu. Dah selesai. Ia meletakkan pena pada meja, "Udah."
"Siap ye, pasang telinga. Terutama lo Met! Gak ada pengulangan," suara Jali mewanti-wanti.
"Iye-iye ah. Buru," balas Matthew tidak mau dinistakan lebih lama. "Matiin lagu Rib. Gak fokus gue ini," senggol Matthew pada Ricky.
"Malah gue gak bisa fokus kalo gak ada lagu, Met. Lagu itu separuh napas gue," beritahu Ricky yang sedang rebahan pada lantai menolak mematikan lagu Arctic Monkeys yang bergema keras dari speaker JBL hitamnya.
"Karbondioksida kali ah," balas Matthew. "Serius anjing, matiin. Nanti gue malah nyanyi."
Bukannya menurut, Ricky malah sengaja menggerakkan bibirnya sesuai lirik lagu—lipsync—dengan wajah menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
XaviorAvril
Novela JuvenilTiba-tiba dia kembali. Mendekat, mengganggu, lalu menetap. Mengenai dua penguasa SMA Glorisius. Xavior dengan predikat cowok ternakal di sekolah dan pemimpin geng ternama dan Avril si gadis panutan dengan status tertinggi dalam hierarki sosial. Sen...