XLV

43 11 6
                                    

Hai, lama ga jumpa hehehe. Maaf ya aku kelamaan menghilang 🤭🤭🤭

Silahkan dinikmati, maaf jika kurang berkenan

***

"Apa perlu saya temani, Pak?", tanya Andi, menatap majikannya.

"Tidak perlu. Kamu tunggu di sini. Seperti biasa, jangan beritahu Hendrawan", titah Alex. Andi pun hanya mengangguk lalu segera turun dan membukakan pintu untuk majikannya itu.

Andi menatap kepergian majikannya itu. Menghela napasnya, ia kembali duduk dalam mobil, menunggu majikannya selesai 'berkunjung'.

Setelah memastikan tidak ada orang lain di kamar anaknya melalui suster jaga, kini Alex berdiri di depan ruangan anaknya itu. Menarik napasnya dalam, Alex membuka pintu itu dengan perasaan khawatir.

Begitu ia membuka pintu, rasa khawatirnya langsung hilang. Terganti oleh keterkejutan karena anaknya sedang sadar. Membaca beberapa buku yang Alex sendiri tidak tahu berasal dari mana.

"Pa.. Papa?", kaget Joseph. Seketika ia langsung menegakkan posisinya, bahunya menegang.

Tidak berbeda pula dengan Alex, bahunya menegang. Terkejut karena anaknya masih mengingatnya.

"Kamu..."

"Papa ada apa ke sini?! Mau menyiksa saya lagi?!", teriak Joseph sambil turun dari ranjangnya.

Alex semakin terkejut, melihat anaknya bisa berdiri dengan tegak, tidak kaku. Tidak seperti seorang pasien yang hanya tidur selama hampir lebih dari 20 tahun.

"Joseph... kamu... bisa berdiri?", tanya Alex.

"Pergi! Papa pergi! Pergi!"

"Joseph, saya hanya ingin..."

"INGIN APA? MENGHANCURKAN HIDUP SAYA?! HIDUP SAYA SUDAH HANCUR PA! ATAU PAPA INGIN SAYA MATI?".

"Bukan begitu, Joseph. Saya..."

Joseph segera menekan tombol darurat pada intercom. Berharap dokter atau suster segera datang dan menyuruh Papanya pergi.

"Joseph, tolong dengarkan saya..."

"PERGI!! PAPA PERGI!!", jerit Joseph. Joseph merasakan kakinya tidak sanggup menopangnya, ia terjatuh. Menggunakan kedua tangannya untuk menutup kedua telinganya. Matanya ia paksa tutup. Terus berteriak menyuruh Alex pergi.

Dokter Dion dan beberapa suster segera masuk ke dalam ruangan. Seorang suster segera mengajak Alex untuk pergi, sedangkan dokter Dion dan dua orang suster berusaha menenangkan Joseph. Sebelum ia benar-benar keluar dari ruangan itu, Alex sekali lagi melihat kekacauan yang telah dibuatnya. Perih. Hanya itu yang ia rasakan.

***

"Jadi, bagaimana kondisinya?", tanya Alex. Kini, ia berada di ruangan dokter Dion setelah kekacauan yang ia buat telah ditangani. Dengan paksa, dokter Dion memberi obat penenang agar Joseph dapat beristirahat.

"Sebenarnya, Tuan Joseph sudah mulai membaik tiga bulan terakhir. Beliau bahkan sudah bisa berdiri dan melangkah dengan cukup baik. Beliau juga sudah bisa ke kamar mandi tanpa bantuan perawat"

"Lalu, mengapa ia seperti itu?"

"Maaf jika saya lancang, tapi Tuan Joseph belum bisa menerima kehadiran Bapak Kepala"

"Tapi anda bilang kondisinya membaik?"

"Kondisi fisiknya membaik, tetapi psikisnya belum"

Alex terdiam, menundukkan kepalanya. Dokter Dion merasa bersalah akan penyataannya, tetapi begitulah faktanya.

Blooms in AutumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang