The end of Autumn...

78 8 9
                                    

September, 2016

Mark melangkah menuju mezzanine graha universitasnya. Terlihat beberapa para mahasiswa yang dinyatakan lulus hari itu sedang berpelukan dan berfoto. Mark jadi mengingat wisudanya enam bulan yang lalu. Bagaimana ia menjadi wisudawan terbaik fakultas kedokteran dan diberi kesempatan untuk memberi pidato kelulusan saat wisuda. Hari itu, ia menerima ucapan dan kado dari beberapa teman, adik tingkatnya, dan para dosen.

Namun, hari itu perempuan yang ia tunggu tidaklah datang. Bahkan menitip salam kepada Dayana, yang kini menjadi pacar Mike, juga tidak. Padahal hari itu, Dayana mendatangi Mike untuk dan memberi ucapan selamat serta buket bunga untuk Mike.

Kini, Mark memandang ke bawah, mencari perempuan yang akan menjadi pemilik buket dalam genggamannya. Buket krisan kuning yang diberi tambahan baby's breath dan disatukan dengan pita berwarna kuning. Buket bunga yang disusun langsung oleh Mark sejak semalam, sejak ia pulang dari shift jaga.

Setelah memperhatikan para wisudawati, akhirnya Mark berhasil menemukan Arin. Mark tercengang, Arin terlihat sangatlah cantik. Mark mengagumi Arin yang berbalut baju toga dengan tali topinya yang sudah berada di sisi kanan wajahnya. Mark memandangi Arin yang berpelukan dengan Dayana, yang juga diwisuda hari ini, dan juga teman-temannya. Mark masih memandangi Arin yang kini sedang dipeluk oleh Mama dan Papanya. Terlihat oleh Mark, ada Jona, Mikha, dan Steven yang tidak sabar untuk memeluk adik kesayangan mereka.

Arin cantik. Topi toganya tidak menutupi kecantikan Arin. Tanpa sadar, sebuah senyuman sudah terukir di wajahnya. Genggamannya pada buket bunga semakin kuat. Mark tidak sabar untuk memberikan buket bunganya pada Arin. Dengan segera, Mark turun dari mezzanine.

Sayangnya Mark masih belum beruntung, begitu ia turun dan melangkah menuju tempat Arin, Mark sudah melihat Jeremy, yang juga berpakaian toga, berdiri di samping Arin dan keluarganya. Mark melihatnya dengan jelas, Jeremy yang memberikan buket bunga pada Arin.

Buket bunga itu... juga tersusun atas kumpulan krisan kuning. Hanya saja, buket pemberian Jeremy disusun dengan campuran bunga mawar putih. Terlihat indah.

Mark menatap sekeliling mereka, semuanya terlihat bahagia. Tidak ada perasaan khawatir yang ditampilkan oleh Jona, Steven, dan Mikha begitu Jeremy memeluk Arin, tepat di hadapan mereka. Hanya senyum yang diberikan. Bahkan orangtua Arin pun hanya tertawa melihatnya. Semuanya terlihat bahagia.

Mark ragu, jika ia datang sekarang, tawa itu akanlah hilang. Atau mungkin, akan segera digantikan oleh kemarahan. Tidak, Mark tidak mau merusak suasana itu. Mark tidak mau merusak kebahagiaan Arin. Menghela napasnya, Mark memilih berbalik. Ia memilih mundur.

Hatinya perih, bahkan lebih perih dari sebelumnya. Mark tidak menghiraukan orang-orang yang sedang tertawa dan menangis bahagia. Mark tidak peduli dengan orang-orang yang menabraknya. Mark hanya ingin pulang, saat itu juga.

Sesampainya di parkiran mobil, ia menyadari bahwa buket itu masih ada di genggamannya. Mark tertawa melihat buket bunga itu. Mark tertawa akan kebodohannya.

Harusnya ia tidak usah datang. Harusnya Mark tidak usah menukar shift paginya dengan shift malam. Harusnya Mark... tidak usah merangkai bunga krisan yang ada di genggamannya.

Tapi, sekali lagi karena Mark bodoh, Mark malah melakukan hal yang seharusnya tidak usah dilakukan. Karena harusnya Mark sadar, sudah tidak ada tempat untuknya di hidup Arin.

Mark ingin membanting buket miliknya, tapi ia sadar, bunga-bunga itu tidak salah. Dirinyalah yang bodoh.

Menghela napasnya, Mark kemudian meletakkan buket krisan kuning itu di bawah pohon, tidak jauh dari parkiran mobilnya. Mark tidak peduli apakah nantinya bunga itu akan ada yang mengambil atau bahkan layu dan kering tanpa ada orang yang peduli.

Mark masuk ke dalam mobilnya, menyalakan mesin kemudian melaju pergi.

Tanpa Mark sadari, ada orang yang selama ini menyusulnya. Melihat apa yang ditinggalkan Mark, orang itu meraih buket krisan kuning itu. Menyadari ada sebuah surat yang diselipkan di dalamnya.

Orang itu tahu, tanpa perlu membaca, surat itu ditujukan kepada siapa.

"Bodoh..."

***

Jadi, inilah akhir untuk kisah Mark, Arin, dan Jeremy di Blooms in Autumn. Ya, akhir untuk Blooms in Autumn.

Thank You!!

With love and hug,
Harmony Refrain

Blooms in AutumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang