XIII

59 13 4
                                    

Hai! Lama ga jumpa :D

Maafkan aku ya karena tidak menepati janji untuk update setiap Selasa dan Jumat. Dari terakhir kali aku update, aku sibuk banget. Bener-bener ga ada waktu buat ngelanjutin karya ini. Akhirnya setelah 2 bulan ga nyentuh, aku punya waktu lagi buat ngelanjutin. Aku bakal usahain buat update setiap Selasa dan Jumat, sesuai janji aku di part sebelumnya hehehe.

Makasih buat kalian yang masih mau baca cerita ini. Semoga menghibur :D

***

Jeremy melihat gerbang perumahan yang menjulang di hadapannya. Floralia Residence. Semalam, Jeremy mencoba mencari berbagai informasi mengenai Arin, termasuk tempat tinggalnya. Berdasarkan hasil pencariannya, Jeremy dapat menyimpulkan bahwa Arin masih tinggal di rumah yang sama. Sama seperti lima tahun yang lalu.

Jeremy pun melajukan mobilnya perlahan memasuki perumahan itu. Banyak yang sudah berubah dari perumahan ini, seperti pohon di taman kompleks yang sudah ditebang. Namun, walaupun sudah berubah, Jeremy masih ingat jalan menuju rumah Arin. Blok Sakura nomor 8, halaman rumahnya dipenuhi dengan tanaman-tanaman hias.

Jeremy menghentikan mobilnya, memandang rumah yang sekarang berdiri di hadapannya. Tidak banyak yang berubah dari rumah itu, hanya cat gerbangnya yang sudah berubah menjadi berwarna jingga dan koleksi tanaman hiasnya yang semakin bertambah. Dulu, Jeremy sering berkunjung ke rumah ini. Bermain dan belajar bersama Arin, berdiskusi dengan Tante Dira, Mama Arin, tentang koleksi tanaman hias di rumah itu dan yang dimiliki Jeremy di rumahnya, mendengar celotehan Om Tristan, Papa Arin, tentang bahagianya dia mempunyai anak perempuan setelah mendapat 3 anak laki-laki, lalu ketika hari sudah mulai sore, Tante Dira dan Arin, atau terkadang bersama dengan Om Tristan, akan mengantarnya pulang. Rindu, Jeremy sangat merindukan momen-momen tersebut.

Lamunan Jeremy terhenti ketika gerbang rumah itu terbuka. Jeremy langsung menaikkan kaca mobil dan menurunkan posisi duduknya, takut terlihat oleh penghuni rumah tersebut. Jeremy pelan-pelan menaikkan badannya, melihat siapa yang membuka gerbang rumah itu. Seorang pemuda, ah.... itu pasti salah satu dari ketiga kakak Arin. Walaupun Jeremy sering berkunjung ke rumah itu, Jeremy tidak pernah bertemu langsung dengan ketiga kakak laki-laki Arin. Ah! Jeremy ingat, dia pernah bertemu sekali dengan kakak pertama Arin, Bang Jona. Saat itu, kelas 2 SMP, Jona datang untuk menjemput Arin. Hanya Bang Jona yang pernah bertemu dengannya, itupun Jeremy sudah lupa bagaimana wajah Jona.

Jeremy terus mengamati pemuda yang sedang membuang sampah itu. Sepertinya hanya pria itu yang sedang berada di rumah itu, Arin mungkin belum pulang kuliah. Jeremy kembali menatap bangunan di depannya itu. Jika Jeremy berkunjung, apakah sambutan hangat akan Jeremy dapatkan kembali? Atau sebuah cacian yang akan dia dapatkan? Jeremy tentu tahu, pasti saat itu Arin menanti dirinya. Tapi bagaimana? Saat itu, Jeremy dihadapkan pada pilihan. Keluarganya atau kehidupannya. Tentu, Jeremy lebih memilih keluarganya dan pilihan itu mengantarkan Jeremy pada kehidupannya yang sekarang.

***

"Dari mana?", tanya Alex, begitu Jeremy sampai di rumah.

"Dari rumah teman", jawab Jeremy, tanpa menatap Kakeknya itu. Jeremy kemudian duduk di kursi ruang tamu, mengistirahatkan badannya sejenak, sebelum melangkah ke kamarnya yang berada di lantai dua.

"Bagaimana kuliahmu?"

"Baik-baik saja, sesuai yang Anda minta"

"Baguslah. Cepat selesaikan kuliahmu, lalu segera pergi ke Inggris untuk meraih gelas mastermu". Jeremy menegakkan badannya. Malas rasanya jika Kakeknya ini sudah mulai membahas tentang 'gelar master di Inggris'.

"Mau ke mana? Saya belum selesai berbicara!", tegur Alex begitu Jeremy berdiri dan bersiap melangkah.

"Apa lagi?"

Blooms in AutumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang