XX

61 14 6
                                    

Maret 2009

"Saya Hendrawan dan dia adalah Andreas. Ini kartu nama kami", ujar Hendrawan sambil memberi dua kartu nama. Melihat jabatan di kedua kartu nama itu, membuat Jeremy yakin bahwa mereka orang penting di Hadinata.

"Sudah percaya? Silahkan ikut kami", ajak Andreas. Jeremy pun mengikuti langkah Andreas. Hendrawan melangkah di sampingnya. Jeremy pun duduk dalam mobil. Dalam perjalanan, Jeremy ingin tahu siapa yang ingin bertemunya. Apakah Papanya?

"Hmm... kalau boleh tahu, siapa yang ingin bertemu dengan saya?", tanya Jeremy. Hendrawan menatap Jeremy melalui spion tengah. Memberikan senyum, ia pun menjawabnya.

"Bapak Alexander Hadinata. Pemilik Hadinata Group sekaligus... kakekmu"

Jeremy tahu nama itu. Sejak neneknya menceritakan tentang 'keluarga papanya', Jeremy melakukan sebuah riset lebih dalam lagi tentang Hadinata. Dan ya, Alexander Hadinata adalah Pemilik dari Hadinata Group. Jajaran pentingnya pun masih keluarga Hadinata. Entah itu adik atau Kakak dari Alexander atau keponakan Alexander. Namun, Jeremy tidak menemukan kedudukan ayahnya, yang Jeremy berhasil ketahui bernama Joseph Hadinata. Aneh bukan, jika Alexander lebih mempercayakan perusahaannya pada keponakannya daripada anaknya sendiri?

"Remy!". Jeremy pun menghentikan segala pertanyaan yang ada dalam benaknya dan melihat ke arah suara yang memanggil.

"Kamu tuh... gimana sih? Aku kan... mau ikut... ke rumah sakit", gerutu Arin, suara yang barusan memanggilnya, dengan napas tersengal-sengal. Jeremy tersenyum, melihat kekasihnya berlari.

Ah... Jeremy masih malu jika harus menyebut Arin sebagai pacarnya. Katakanlah mereka masih SMP, masih bocah, masih remaja labil yang belum tahu arti cinta. Tapi, Jeremy yakin akan perasaanya pada Arin, bahwa Jeremy menyayangi Arin lebih dari sekedar teman. Setelah meminta saran dari Dayana dan Julio, Jeremy pun memberanikan diri untuk menyatakan perasaan pada Arin. Walaupun Arin ragu apakah mereka sudah boleh untuk pacaran, Arin pun mengiyakan ajakan Jeremy untuk menjalin hubungan lebih dari sekedar teman.

"Ah.. maaf Rin, aku lupa. Maaf ya", ujar Jeremy sambil menunjukkan senyumnya.

"Dasar! Padahal aku udah bilang dari tadi pagi! Loh... mereka siapa?", bingung Arin melihat dua pria yang menatapnya tanpa ekspresi. Jeremy bingung harus menjelaskan bagaimana.

"Saya Paman Jeremy dan ini supir saya. Kami ingin mengantar Jeremy ke rumah sakit", jelas Hendrawan seakan menangkap kebingungan di wajah Jeremy. Jeremy tersenyum ketir. Paman darimana? Kenalan aja belum ada 5 menit!

Arin merasa ada yang janggal. Jeremy selalu bercerita bahwa keluarganya di dunia ini hanyalah Mama, Nenek, dan Kakeknya yang sudah tiada. Tidak ada anggota keluarga lain selain mereka. Aneh bukan? Tiba-tiba ada dua orang pria yang mengaku sebagai Paman dari Jeremy?

"Iya, Rin. Aku sama Paman aku mau ke rumah sakit. Hari ini kamu ga usah ikut dulu ya. Besok aja ya. Aku buru-buru, Mama udah nunggu. Duluan ya, Rin", pamit Jeremy sambil melangkah meninggalkan Arin. Hendrawan dan Andreas pun langsung mengikuti. Agar tidak dicurigai, Hendrawan tersenyum pada Arin.

"Semoga Remy baik-baik saja", gumam Arin lalu berbalik arah.

Di mobil, Jeremy mengirim SMS kepada neneknya. Mengatakan bahwa dia harus ke toko buku. Sambil berharap agar neneknya tidak curiga, Jeremy pun menatap Hendrawan melalui spion tengah. Hendrawan melihat bahwa Jeremy menatapnya dengan tatapan penuh tanya.

"Ada yang ingin ditanyakan, Tuan Jeremy?". Jeremy diam. Bingung harus bertanya darimana.

"Saya disuruh Pak Kepala untuk menjemputmu. Beliau ingin bertemu. Mengingat bulan kemarin Ibu dan Nenekmu menolak kehadiran kami, kami akhirnya menjemputmu dari sekolah"

Blooms in AutumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang