XXVII

51 14 6
                                    

"Ma...."

"Ma...."

"MAMA!"

Jeremy terbangun. Tubuhnya bergetar dan basah oleh keringat. Nafasnya terengah-engah seperti baru saja berlari. Jeremy pun berusaha menenangkan pikirannya. Ia pun kemudian duduk di tepi tempat tidurnya. Menatap kosong ke sembarang arah sambil mengingat mimpi yang baru saja dialaminya.

Jeremy ingat, dalam mimpinya, mamanya menangis. Jeremy tidak bisa menyentuhnya dan berusaha memanggilnya. Hingga akhirnya Mamanya menatap Jeremy lalu mengucapkan sebuah kalimat.

"Mama selalu sayang Remy. Remy adalah kebanggaan Mama. Mama pergi dulu ya. Remy baik-baik sama Papa"

Kalimat itu teringat jelas dalam benaknya. "Baik-baik sama Papa?". Jeremy tersenyum ketir. Bahkan ia sendiri tidak pernah melihat wajah Papanya. Bahkan makam Papanya pun ia tidak tahu. Andreas pun tidak tahu. Bertanya pada Hendrawan? Ah... bapak itu lebih patuh pada Kakeknya. Pasti jawabannya pun akan sama dengan yang Alex katakan saat ia dan Alex bertemu pertama kali.

Meringankan pikirannya. Jeremy pun melangkah ke dapur. Sebelumnya ia melihat jam digital di nakasnya. Pukul 02.45. Sesampainya di dapur, ia membuka kulkas, mengambil sebotol air dingin dan ia langsung meminumnya sampai habis. Bosan karna rasa kantuknya hilang, ia melangkah ke ruang keluarga. Ia menyalakan lampu lalu duduk di sofa. Menatap segala barang-barang yang ada di ruangan yang katanya 'ruangan keluarga' itu.

"Ruang keluarga? Cih...", tawa Jeremy. Ruangan ini dingin. Tidak layak disebut ruang keluarga. Barang-barang di ruangan berukuran 6 kali 4 meter ini yang identik dengan ruang keluarga hanyalah sofa, LED TV berukuran 65 inch, dan lemari yang berisi buku-buku berbau bisnis yang tidak pernah Jeremy baca. Untuk menutupi kekosongan ruangan ini, Alex mengisinya dengan beberapa barang antik dan.. ah! Sebuah foto Alex dengan Jeremy berukuran besar yang tergantung mewah di tembok ruangan ini. Jeremy ingat, foto itu diambil seminggu sebelum ia berulang tahun. Tujuannya, agar para tamu undangan melihat betapa 'kompak'nya hubungan Kakek dan Cucu itu.

Jeremy kembali bosan. Ia pun tertarik dengan lemari yang berisi buku-buku tersebut. Iseng, dia pun menuju lemari tersebut. Lemari tersebut terpisah oleh dua bagian. Bagian atas yang dikelilingi oleh kaca dan ukuran kayu serta bagian bawah yang tertutup oleh pintu kayu. Tidak tembus pandang seperti bagian atasnya. Penasaran, Jeremy membuka bagian bawah lemari tersebut. Cukup sulit, membuat Jeremy berpikir bahwa lemari ini memang benar-benar untuk pajangan saja. Jeremy pun akhirnya berhasil membukanya, menemukan beberapa kotak dan album foto didalamnya.

Pertama, Jeremy membuka album tersebut. Isinya hanyalah foto-foto Alex yang berjabat tangan, didampingi dengan istrinya (yang merupakan nenek Jeremy) dan seorang anak laki-laki yang sepertinya masih berumur 17-18 tahunan. Jeremy mengamati foto tersebut. Ia yakin, wanita yang disampingnya adalah neneknya, karena Hendrawan pernah menjelaskan perihal neneknya. Tapi... siapa anak laki-laki itu? Apakah ia adalah Joseph Hadinata... papanya?

Jeremy pun tertarik melihat foto-foto lainnya. Semakin ia membuka album foto lainnya, sosok neneknya tidak terlihat dan sosok anak laki-laki itu semakin terlihat dewasa. Intuisinya semakin yakin bahwa sosok itu adalah Papanya. Jeremy pun semakin penasaran dengan sosok papanya, tapi setelah itu tidak ada lagi foto-foto papanya. Hanya ada Alex dan Hendrawan. Ia kini tertarik pada kotak-kotak yang ia temukan. Awalnya isinya hanyalah surat-surat dengan kop-kop perusahaan lain, yang Jeremy yakin adalah surat untuk perusahaan, hingga kotak terakhir yang dibukanya membuat Jeremy tertegun. Berisi beberapa surat yang didominasi warna coklat dan putih. Bukan warnanya yang membuat Jeremy tertegun, tapi nama yang tercantum di setiap amplop. Joseph Hadinata dan Maria Rosiani.

Jeremy cepat-cepat membereskan kotak-kotak dan album-album tersebut. Menutup rapat lemari tersebut, lalu membawa kotak berisi surat kedua orang tuanya ke dalam kamarnya. Sesampai di kamarnya, ia mengunci pintunya, sesuatu hal yang dilarang dilakukan di rumah itu. Namun, kali ini Jeremy takut jika apa yang ia lakukannya dapat menyebabkan masalah. 

Blooms in AutumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang