Sudah 10 menit Arin duduk di hadapan Jeremy, tetapi belum ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Arin. Padahal, Jeremy sudah berusaha untuk mengajak Arin berbicara. Tetapi, Arin tetap diam dan menundukkan kepalanya. Ia masih belum siap.
"Aku tahu ini mendadak banget, jadi... aku minta maaf ya, Rin".
Arin tetap diam, masih menundukkan kepalanya.
"Aku juga minta maaf karena aku ga bisa nunggu kamu buat siap dengerin semuanya. Maaf"
Arin benar-benar bingung harus bagaimana.
"Rin.... aku mau ceritain semuanya, tapi sebelum lupa aku mau kasih kamu ini", kata Jeremy lalu menyodorkan sebuah amplop ke hadapan Arin. Arin melihat amplop yang disodorkan Jeremy. Usaha ini berhasil membuat Arin mengangkat kepalanya.
"Ini... apa?", tanya Arin sambil menatap amplop tersebut.
"Buka aja"
Arin membuka amplop tersebut dan menemukan sebuah undangan pesta ulang tahun. Ah ya... sekarang sudah bulan Mei, ulang tahun Jeremy.
"Lalu?", kini Arin memberanikan diri untuk bertanya.
"Hmm... aku mau undang kamu dateng ke acara itu. Kamu... dateng ya", pinta Jeremy. Arin sudah tidak bisa menahan segala emosi yang berada di dalam dirinya.
"Buat apa, Remy? Buat apa? Buat apa kamu undang aku? Buat apa kamu ngundang aku dalam kehidupan kamu? Buat apa Remy?", tanya Arin bertubi.
"Aku... cuma mau memperbaiki kesalahan aku, Rin. Makanya... aku mohon kamu denger cerita aku"
"Cerita kamu? Buat apa? Untuk membenarkan semua kesalahan yang kamu buat? Untuk membenarkan segala hal yang nyakitin aku?"
"Aku... aku tahu, Rin, aku salah. Aku benar-benar minta maaf. Aku cuma mau cerita apa yang terjadi lima tahun yang lalu. Abis itu, aku ga akan maksa kamu buat maafin aku. Jadi... kamu mau dengerin kan?"
Arin kembali menundukkan kepalanya. Menahan emosinya. Ia tidak mau jadi tontonan orang jika ia tidak bisa mengontrol emosinya.
"Aku... aku ga tahu bisa dengerin kamu atau engga", lirih Arin. Jeremy merasa bersalah mendengar lirihan Arin.
"Aku... aku selalu sedih, kecewa, kesal, marah setiap ingat kejadian itu, Rem".
"Iya aku paham, aku tahu kalau aku sebrengsek itu, Rin". Arin sudah tidak bisa menahan air matanya. Perlahan air matanya jatuh. Jeremy melihat itu, ingin sekali Jeremy menepuk pundak Arin dan menghapus air matanya. Tapi, Jeremy yakin Arin tidak akan nyaman dengan perlakuan itu. Saat ini, yang bisa Jeremy lakukan adalah menyodorka sekotak tisu pada Arin.
"Kenapa sih, Jer? Kenapa kamu jahat banget?", tanya Arin di tengah tangisnya.
"Karena saat itu... aku cuma ingin Mama sembuh, Rin", jawab Jeremy. Arin terdiam. Masih dengan tangis, Arin menatap Jeremy. Meminta penjelasan dari pernyataan Jeremy tanpa perlu berbicara.
"Kamu tahu sendiri kan, Rin? Gimana dulu Mama sering bolak-balik rumah sakit? Nenek juga sering sakit karena sudah tua. Saat itu, aku diberi sebuah tawaran untuk pengobatan mama dan nenek. Tapi tawaran itu ga gratis, Rin. Imbalan dari tawaran itu adalah... aku harus tinggalin kehidupan lama aku dan... hidup sesuai perintah si pemberi tawaran itu"
Arin mencoba mencerna semua perkataan Jeremy. Tapi, ia tidak yakin dengan apa yang didengarnya.
"Maksud kamu?"
"Ya... aku harus tinggalin kehidupan aku. Tinggalin Mama, Nenek, juga... kamu. Aku harus hidup sesuai dengan keinginan si pemberi penawaran"
"Tolong diperjelas... aku bingung"
![](https://img.wattpad.com/cover/199423318-288-k498209.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Blooms in Autumn
FanfictionKarena setiap bunga akan mekar pada musimnya masing-masing... Cast : Oh My Girl's Arin as Arin NCT's Mark as Mark Park Jihoon as Jeremy