XLVIII

48 11 6
                                    

Sudah dua minggu Arin mengemban tugas KKN. Arin mulai terbiasa dengan kehidupan masyarakat di pedesaan dan segala tingkah laku teman-teman barunya.

Dan sudah dua minggu juga Arin tidak berkomunikasi dengan Mark ataupun Jeremy. Ada perasaan tenang dan juga... rindu. Yang kemudian membuatnya bingung dengan perasaan dan pikirannya.

Tenang karena dirinya bisa fokus mengerjakan segala tugas KKN dan mengakrabkan diri bersama teman-teman KKNnya, terutama pada Triyan yang suka membuatnya kesal. Tapi ketika malam, begitu seluruh lampu telah dimatikan dan teman-teman sekamarnya sudah beristirahat, Arin merasakan rindu yang entah ditujukan kepada siapa.

Arin menceritakannya kepada Dayana dan Yovita mengenai perasaan rindunya beberapa hari yang lalu, ketika Arin mendapat sinyal yang mumpuni di dekat menara sutet.

"Yakin kamu rindu sama keduanya?", tanya Yovita.

"Kamu harus tentuin dulu, kamu itu rindu ke siapa, Rin", perintah Dayana

"DOOORRR!!!"

Arin langsung tersadar dari lamunannya. Mendengus kesal begitu melihat kedua teman KKNnya yang sangatlah usil.

Hanan dan Johan.

"Kalian kenapa siiihhh?", kesal Arin, karena keduanya, sejak hari pertama KKN, sudah membuat Arin pusing. Bukan hanya Arin, bahkan teman-teman lainnya.

"Gapapa. Seneng aja ngusilin lo. HAHAHA", tawa Johan. Arin hanya menggelengkan kepalanya. Bersiap meninggalkan keduanya yang masih tertawa.

"Eits, jangan asal pergi dong. Ada tiga orang nih yang nyariin lo. Yang ngeselin, yang nyebelin, sama yang rese. Pilih dulu, nanti gue kasih tahu orangnya", ujar Hanan. Arin mengerutkan dahinya, bingung dengan orang-orang yang dimaksud oleh Hanan.

"Yang ngeselin?", tanya Arin.

"Pa Ketu tuh, daritadi nanyain lo. Katanya bahan buat program kewirausahaan ibu-ibu udah sampai di kantor desa. Lo disuruh ambil ke sana sebelum dimaling sama yang lain". Arin mengangguk paham. Memang dari kemarin, Arin menunggu beberapa bahan kue yang akan ia gunakan untuk program kewirausahaan. Bahan-bahan tersebut ia dapatkan dari perusahaan magangnya dahulu. Dengan syarat, bahan-bahan tersebut akan langsung dikirimkan ke kantor desa.

"Kalau yang nyebelin?"

"Anak karang taruna yang kemarin dateng ke posko kita. Siapa tuh namanya? Pokoknya yang alay itu... duh siapa sih namanya? Lupa gue", ujar Hanan sambil berusaha keras mengingat nama.

"Mas Zaenal?", tebak Arin.

"NAH IYA ITUUU. Titip salam buat lo, katanya gimana, Han?", lempar Hanan pada Johan.

"Teh buatan Mba Arin enak, boleh ga kalau saya pesan lagi? HAHAHAHA", ujar Johan meniru gaya bicara Zaenal, lalu tertawa bersama Hanan. Arin mendengus kesal. Memang Arin sudah merasakan perasaan yang tidak enak kepada Mas Zaenal. Dari hari pertama Arin sampai di desa ini, orang itu selalu cari perhatian padanya. Benar-benar membuat Arin risih.

"Terus kalau yang rese siapa?", tanya Arin.

"Anggota kelompok sebelah", jawab Johan.

"Siapa?", tanya Arin, bingung dengan jawaban Johan.

"Ituloh, anak tematik. Yang di desa sebelah", jelas Hanan.

"Ya siapaaaa? Aku kan ga tahu anggota mereka siapa aja!", bohong Arin. Hanya saja, Arin tidak ingin menaruh harapan tinggi.

"Yang anak kedokteran tuh. Hmm... Mark?", ragu Johan.

"Iya bener, namanya Mark", ujar Hanan membenarkan.

Blooms in AutumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang