((AUTHOR POV))
Aura itu mengerikan.
Ketegangan bahkan ancaman seolah tergambarkan dengan jelas bersama empat pasang mata yang saling bertatapan.Sepi.
Sunyi.
Seakan menjadi momok yang meresap dalam setiap sudut ruangan kediaman Pramana.Mata tajam itu tak berkedip, bahkan sejak kedatangan Brata semenit yang lalu hingga duduk di sofa ruang tamu. Mengabaikan segala hal yang berputar dibenaknya.
"Brata." Ucap Danu Pramana lirih, memecah sepi diantara mereka semua.
Ditelannya ludah.
Masih menatap tak berkedip sosok bijaksana didepannya itu yang lama tak pernah ditemuinya."Lama tak bertemu, Grad." Balas Adzon dengan senyum tipis disudut bibirnya.
"Tidak perlu basa-basi!" Seru Amaya dengan suara tegas yang penuh berbagai kekesalan.
"Kita kemari bukan untuk bernostalgila." Tambahnya lagi dengan tatapan penuh kemarahan.
"Amaya." Tegur Adzon.
"Berikan anakmu padaku!" Tegas Amaya dengan nada perintah yang mengerikan.
"Tidak akan pernah!" Jawaban tajam itu pun keluar dari mulut Prizi Pramana.
"Kalian tidak waras!" Lanjut Prizi.
"Hah?! Bukannya elu yang nggak waras, Pri?!" Seru Amaya tajam tak lagi menggunakan bahasa formal.
"Otak elu dimana, hah?! Lu kagak lihat anak elu koma di rumah sakit gara-gara kalian berdua?!" Bentak Amaya.
Adzon diam.
Kali ini ia membiarkan istrinya meluapkan segala kemarahan dan kekesalannya. Itu lebih baik ketimbang Amaya menghancurkan segalanya."Dan kalian enak bersantai dan sibuk kerja." Imbuhnya lagi.
"Bocah bodoh itu sendiri yang memilih seperti itu." Prizi tak mau kalah.
Amaya tertawa.
Menggeleng sembari menatap Prizi tak percaya. Sadar jika selama ini calon anak menantunya hidup tak bahagia bersama mereka."Gua nggak bisa salahin anak elu karena dasarnya elu berdua yang nggak tahu diri. Terus saja hidup tanpa hati. Saat kalian kehilangan semuanya maka kalian akan sadar jika harta yang kalian perjuangkan tak lebih dari seonggok sampah." Muntap Amaya.
Otaknya mendidih.
Mulutnya tak lagi dapat ia kendalikan saat kemarahan memenuhi hati dan pikirannya.Detik berikutnya hening.
Mata-mata itu saling pandang bersama diam yang mereka serukan, membuat suasana meruncing tegang.Helaan napas Adzon memecah segalanya. Ia tak bisa berdiam diri terlalu lama. Paling tidak hak anaknya dapat diberikan.
"Vallian hamil dan anak elu kudu tanggung jawab." Terang Adzon dengan suara tenang.
Suasana kembali hening.
Namun detik berikutnya Prizi tertawa dengan segala kegilaan yang dipaparkannya."Elu bercanda, hah?! Anak elu cowok, Dzon." Ucap Prizi sembari menggelengkan kepala.
Adzon tersenyum.
Beralih menatap Danu Pramana yang sedari tadi hanya diam dengan wajah yang tak dapat dibaca."Gua rasa Grad bisa jelasin ke elu, Pri." Terang Adzon.
Pramana menelan ludah.
Otaknya mendadak buntu sejak kedatangan Brata kerumahnya. Perasaannya campur aduk.Bibir itu kembali terkatub. Mata beloknya beralih menatap sang suami yang ia sadari jika sedari tadi hanya diam terpaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Boy
Teen FictionWARNING! [DISINI KALIAN BAKAL SAKAU DENGAN LAGU-LAGU WESTLIFE] Bagaimana rasanya saat berurusan dengan manusia terburuk disekolah? Dunia seperti berhenti berputar bahkan mungkin hidupmu terancam tak akan pernah tahu apa itu bahagia ketika manusia pa...