23. Jam Kosong

4.9K 424 24
                                    

BUMI - POV

Mendung, sepertinya kota Jakarta akan basah sore ini. Anginnya bahkan mulai menyapa lembut wajahku yang saat ini duduk di gazebo depan kelas.

Senin depan sudah mulai ujian kenaikan kelas dan sabtu ini tak lagi belajar. Hanya membersihkan kelas dan menata tempat duduk untuk ujian.

Kupetik gitar dengan sedikit malas, sembari netraku menatap sekitar. Sedikit mencari oasis saat melihat hampir semua murid berkeliaran diluar kelas.

"Ngapain lu disitu?" Qidam menghampiriku.

"Ngabisin waktu aja." Jawabku.

Tanganku masih asyik memetik gitar, Qidam bergumam lirih, bernyanyi mengikuti irama petikan gitarku. Perlahan, aku kembali tak merasa bosan.

"Mik, gua punya rencana buat ngadain kemah buat klub seni." Aku menaikkan alis menatap Qidam tak mengerti.

"Gimana kalo klub musik elu ikutan. Biar ramai gitu." Lanjutnya.

"Kapan?" Tanyaku menghentikan petikan gitar.

"Dua hari setelah liburan sekolah. Kita ke Malang. Seminggu disana." Terangnya.

"Hemsss." Aku sedang berpikir, memastikan apa aku ada jadwal lain atau tidak.

"Oke, tapi gua nyusul aja soalnya gua ada jadwal keluar kota dulu. Urusan organisasi. Ntar anak-anak gua kabari. Elu atur aja." Setujuku.

"Siap. Ntar gua pastiin kemah kita bakal menyenangkan." Janji Qidam.

"Iya. Gua percaya sama elu." Aku menepuk bahunya.

"Ya uda gua kekantin dulu. Jangan lupa nanti jam tiga kita ada rapat buat ngatur moss murid baru."

Aku mengangguk.
Malas sebenarnya jadi bagian panitia moss tapi mau gimana lagi?
Demi nempelin Vallian Brata yang ikutan panitia moss.

Tapi sialnya kenapa pula aku yang dijadiin ketua panitia?
Aku kan hanya ingin berkeliaran sembari mengamati kesibukan anak ayam. Bukannya aku yang ikutan ribet.

Tai bener!
Dasar lagi sial.
Alasannya pun nggak masuk akal. Hanya karena aku sangar.

Bangsat tuh para panitia osis!
Terutama si Angkasa dan Sastra. Biang keladi biadap!
Demen kalau lihat aku susah.

Ah bodoh amat dah.
Tangan ini kembali memetik gitar. Sebuah lagu puing milik Iwan Fals meluncur indah dari mulutku.

Bersantai, sendirian dengan pelabuhan hati yang menemukan tempatnya membuatku terkesan melo hari ini.

Sungguh, aku sudah lelah dan mungkin putus asa karena otak, pikiran bahkan penglihatanku melulu soal Vallian Brata.

Lama-lama bisa gila beneran aku karena jatuh cinta. Sepertinya pengendalian diriku memang berada pada dititik rawan dan bisa pecah kapan saja.

Kuabaikan sekitar, menikmati lagu seorang diri. Menoleh saat mendapatkan tepukan dibahu dan detik berikutnya aku berkedip tak percaya.

Sial!
Aku belum siap dengan keanehanku seharian ini dan tuh anak ayam udah bercokol didepanku bersama Sastra dan Bianca.

Glup!
Kutelan ludah, berhenti bermain gitar. Beralih menatap Sastra si pelaku penepukan.

"Hem?" Aku berusaha cuek.

"Kursi dikelas elu uda selesai dikasih nomor belum?" Tanyanya.

"Udah." Jawabku.

"Ya uda kami mau cek nomor ujian kami didalam." Sastra melangkah memasuki kelasku begitu juga lainnya.

The Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang