75. Hal Baru lainnya

2.1K 243 258
                                    

BUMI__POV

Hening.
Sesekali aku melirik kearah anak ayam yang sedari tadi hanya diam sejak aku mengancam akan menyerangnya.

Jujur.
Anak ayam sedikit mengerikan jika sedang marah. Mata beloknya menatapku seperti hendak membabat habis segalanya.

Mobil kulajukan dengan kecepatan sedang. Berbelok menuju supermarket. Aku ingin belanja kebutuhan dapur yang habis.

Dan sudah seminggu pula anak ayam tak pernah menginap ditempatku. Tanpanya segalanya terasa sepi dan kosong. Artinya aku sudah terbiasa dengan keberadaannya.

"Kita belanja sebentar. Isi kulkasku sudah hampir kosong." Terangku saat mata itu menatap sekitar.

Kami turun dari mobil.
Kubiarkan anak ayam berjalan lebih dulu, berniat menatap punggung ramping itu yang makin lama terlihat semakin ramping.

"Anak ayam kurusan." Batinku.

Aku hanya mengamati, mengikuti setiap langkahnya yang berjalan menuju troli belanjaan. Kembali berjalan menuju etalase.

Mengambil kubis ungu, pokchoi, wortel, kentang, kembang kol, dan segala sayuran yang menurutnya bisa ia olah. Mengabaikan diriku yang mengikutinya.

Ia kembali melangkah, berhenti ditempat pendingin. Mengambil 5 bungkus nugget, 7 bungkus sosis, dan beberapa bungkus ayam krispi instan.

Aku hanya menggeleng.
Tak menegurnya yang berbelanja seperti orang kalap yang baru saja habis gajian. Siap menguras kantong pasangan.

"Sepertinya kau sengaja ingin menguras dompetku." Bisikku padanya saat ia memasukkan sepuluh bungkus daging kedalam troli.

"Buat apa punya pacar kaya kalo uangnya tidak dimanfaatkan dengan baik." Ucapnya sembari melangkah menuju tempat bumbu.

Aku menggaruk kepala yang tak gatal. Kembali berjalan mengikuti langkahnya. Mungkin lebih baik jika membiarkannya belanja sesuka hatinya.

Tahu, tempe, susu, yogurt, cemilan, minuman ringan, buah-buahan dan entah apa lagi. Kepalaku pusing saat melihat dua troli yang penuh dengan barang belanjaan.

Sepertinya sebuah kesalahan saat mengajak anak ayam belanja jika moodnya sedang tidak bagus. Ini seperti sebuah bencana.

"Sekarang apa lagi?" Tanyaku saat ia mulai mengisi troli ketiganya dengan beberapa peralatan masak dan kain lap yang memang tidak ada di apartemen.

Sial!
Anak ayam kembali mengabaikanku. Dan aku tak bisa protes dengan sikapnya yang jujur emang benar-benar ngegemesin.

"Sepertinya aku memang akan gila." Keluhku.

Bodoh amat dah.
Aku beralih kearah etalase namun urung mengambil shampo, sabun mandi dan diodorant.

"Aku sudah memasukkan semuanya kedalam keranjang." Seru anak ayam saat tangan ini memegang sabun pembersih muka. Menatap keranjang belanjaan ketiganya

Njir!
Sejak kapan tuh troli sudah penuh dengan semua kebutuhan bulananku. Aku kicep. Menutup mulut rapat. Tak tahu harus berkomentar apa.

Oke.
Kepalaku berdenyut hebat demi angka yang terus bergerak di monitor kasir. Dan tuh bocah hanya diam berdiri diluar pintu gate sembari memakan es krimnya.

"Anak ayam, kau memang sesuatu." Batinku sembari menyerahkan kartu debit kebagian kasir.

Mulutku mendadak keluh, mendorong troli yang berisi belanjaan yang sudah kubayar menghampiri anak ayam. Dan tuh bocah malah berjalan duluan.

The Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang