18. Pembalasan

5.3K 479 12
                                    

BUMI-POV

Hari kamis yang ditunggu-tunggu. Aku duduk manis digazebo depan kelas. Melihat kesibukan para murid SMA yang sebagian masuk kelas dengan buru-buru.

"Woi, ngapain elu disitu?" Suara Qidam memecah keasyikanku.

"Nggak ada, ngabisin waktu aja." Jawabku sekenanya.

Ia memposisikan duduk disebelahku dengan tumpukan buku gambar yang dipeluknya. Itu membuat atensiku beralih kearah buku gambar tersebut.

"Buku gambar klub seni lukis?" Tanyaku menyelidik.

"Hem, nanti sore kami ada kegiatan ngelukis diluar ruangan." Jawabnya.

"Coba lihat." Kuambil tumpukan buku itu.

"Kalo elu mau nyari punya Val percuma. Nggak ada disini." Ia tersenyum tipis.

Aku menghentikan kesibukanku, urung menyelesaikan pemeriksaan. Menatapnya penuh kekecewaan. Dan itu berhasil membuat Qidam semakin tertawa lebar.

"Elu ambil aja dilaci meja gua. Soalnya kalo yang gua pegang ini punya anak kelas dua bukan kelas satu.

"Thansk bro." Ucapku menepuk bahunya sembari bangkit berdiri, melangkah dengan semangat luar biasa.

Lima menit berikutnya, bibir ini kembali tersenyum saat nama yang kucari tertera disampul buku gambar. "Vallian Brata Vol. 1"

"Akhirnya." Aku menyeringai tipis. Mengambil buku gambar berukuran A3 itu dan kembali ketempat dudukku sendiri.

"Pembalasan dimulai, cantik." Gumamku.

"Puk!" Sebuah tangan menepukku Lembut dari belakang.

"Anjing!" Kejutku dan menoleh, mendapati Angkasa tersenyum tanpa dosa.

Asyem bener nih alien astral, pengen bener aku bejek-bejek tuh muka sok polosnya. Apa lagi senyum setannya yang sumpah pengen bener aku timpuk pake sepatu.

"Apaan?" Tanyaku dengan memasang tampang ogah.

"Apapan tuh?" Mata kucingnya terlihat penasaran.

"Pengen tau banget." Ketusku, menggulung kertas gambar.

Ia tersenyum remeh, yang dengan kurang ajarnya menatapku mencemooh. Bangsat setan kecil ini, sumpah boleh kan kalau ku hajar sekarang juga?

"Paling-paling tak jauh dari dua kata." Ucapnya. "Vallian Brata." Lanjutnya.

"Bacot lu! Mati sana!" Omelku menendang pantatnya hingga ia maju beberapa langkah.

"Anjing!" Pekiknya.

Kalau Angkasa tak pandai mempertahankan keseimbangan diri aku yakin tuh anak alien pasti uda nyungsep dipot bunga.

Aku menahan diri untuk tidak tertawa melihat posenya mempertahankan keseimbangan. Sekalian membalas atas sikap kurang ajarnya.

"Dendam elu sama gua?" Sarkasnya.

"Menurut elu?" Tanyaku sembari berlalu masuk kelas, mengabaikan mode kesalnya.

"Mik, resek lu." Ia berlari mengikutiku.

"Eh, ngapain elu tanda tangan kontrak manggung?" Tanyaku saat kami sudah duduk dikursi.

"Bayarannya lumayan Mik, bisa buat nambah uang saku." Jawabnya santai.

"Kayak elu kurang duit aja." Ketusku.

"Ya elah, itung-itung seneng-seneng juga. Lagian cuma dua lagu doank." Angkasa memutar bola matanya malas.

"Eh coeg! Elu tanya dulu kek ke gua. Itu hari tabrakan sama jadwal gua tanding basket, goblok." Kupukul kepalanya sekeras mungkin.

The Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang