60. Pasang Surut

2.5K 263 84
                                    

VAL__POV

Jantungku berdetak bertalu, menatap seluruh penjuru kamar. Pasalnya ini pertama kalinya Bumi melihat kamarku bahkan menginap.

Salahkan akong.
Dia yang memaksa iblis buluk menginap dengan nada bicaranya yang penuh penekanan sadistik bahkan tatapan mata yang enggan ditolak.

Disisi lain aku bersyukur karena Azra Brata tak mengekoriku dan membabat habis harga diriku untuk mewawancaraiku sepanjangan.

"Val, kamarmu kecil ya." Serunya sembari mengedarkan pandangan.

"Emang sono, kamarnya kayak lapangan bola." Sindirku.

"Tapi nyaman dan lebih hidup." Ucapnya pelan sembari tersenyum.

"Karena didekor pake hati." Celetukku.

Nyebelin nggak sih.
Aku masih bete ma nih iblis kampret. Gegara dia cerita sama kedua abang kembarnya. Jadilah aku dibabat abis sama si manusia bipolar.

Anjing bedebah emang!
Huanjirrrr pokoknya!
Sebisa mungkin aku melupakan semua ledekan tak bermutu bang Wika.

Sepanjang pertandingan babak pertama bang Wika menempel padaku. Mengintrogasi bahkan memberiku banyak saran mengenai posisi yang paling bagus untuk dicoba.

Amsyong dah.
Hanya dalam waktu kurang satu jam, bang Wika berhasil membuatku berencana mengubur diriku didalam tanah hidup-hidup.

Bedebah!
Mulut laknat!
Sampah nggak mutu!
Dan aku memang harus menjauh dari manusia bipolar itu agar otakku tak disisipi aneka macam maksiat laknatnya.

"Elu naroknya disini." Serunya.

Dan atensiku teralih, melihat iblis buluk yang sedang menoel-noel pipi merah boneka pikchu yang diberikannya padaku dulu. Tersenyum sendiri.

"Hem." Gumamku.

Untung saja aku tipe orang yang rapi jadi nggak malulah jika ada pacar yang datang kerumah tanpa diundang bahkan pake agenda menginap segala.

Aku mengikuti gerakannya, Bumi mengeksplor kamarku dan menyentuh semua benda yang ada didalamnya. Semua koleksi miniatur mobil bahkan meja belajar dan lampunya.

"Kau memang kayak cewek ya." Gumamnya.

Njir!
Bangke nih iblis!
Sialan!
Kenapa malah ngatai aku kayak cewek sih? Kayaknya minta ditampol juga tuh mulut pake sandal.

"Mirip kamar Langi. Semuanya tertata sesuai ukuran, tipe bahkan jenis." Ucapnya sembari mengangguk.

"Dan lihat, bahkan ada majalah masakan dan kau cukup punya banyak pernak-pernik." Ia masih sibuk menilai.

Aku menghela napas, menggigit bibir bawahku sembari mencoba bersabar namun tanganku sudah bergerak mengambil sandal rumah yang kupakai.

Jangan salahkan aku jika tangan ini mendadak tak bisa dihentikan untuk melemparinya dengan sandal. Pilihanku adalah wajah iblis buluk.

Ia beralih menatapku, mengerutkan kening saat melihatku memegang sandal rumah dan Jangan lupakan ekspresi kesal yang kubuat.

"Apa yang mau kau lakukan?" Tanya Bumi saat melihat kearahku.

"Menampol mulutmu dengan senang hati." Sadisku.

Ia semakin mengerutkan keningnya, seolah tak mengerti kenapa aku ingin melakukan tindak kekerasan padanya. Dan itu semakin membuatku kesal.

"Kenapa kau terlihat kesal begitu?" Ia berjalan mendekat.

Sueg!
Brengsek sialan!
Aku menghela napas kasar, meletakkan kembali sandalku. Berusaha untuk tetap terkendali.

The Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang