VAL__POV
Astaga, ini kah kehidupan keluarga Pramana?
Itulah sedari tadi pertanyaan yang berputar dibenakku sejak aku duduk untuk sarapan.Angker.
Pekat.
Menakutkan.
Sepi.
Dan yang terparah tak ada kebahagian.Tak ada kehangatan keluarga.
Dingin.
Mengerikan.
Beginikah tempat Bumi Pramana dibesarkan?Kupikir lahir dengan sendok perak akan membuat seseorang bahagia. Dan itu salah. Kebahagiaan tidak diukur dengan harta ataupun benda.
Lihat!
Bang Viza terlihat sangat mengerikan dari semua orang yang ada diruang makan. Mata itu redup dan tatapan itu hampir mati.Aku merinding, tanpa sadar menelan ludah. Genggaman tangan Bumi membuatku tetap bertahan. Aku tak ingin menghakimi atau melakukan penilaian.
Dalam hati aku bersyukur, keluargaku jauh lebih baik meski sebagian penghuninya memiliki otak sinting dan rada abnormal. Dan kami hidup dengan cinta.
Viza?!
Dia berbeda.
Aku tidak tahu kenapa semua mata tak berani beradu dengannya bahkan sang tokoh kebesaran keluarga Pramana terlihat kecil didepannya."Gua ingin pergi dari sini." Batinku nelangsa.
Detik yang kesekian aku hanya diam tak berani melakukan apapun. Melirik kearah bang Viza yang hanya diam bersedekap dada dengan bersandar di motor gedenya.
"Jika segalanya buruk, gua harap elu tetap berada disamping Bumi."
Kualihkan atensiku, menoleh kearah bang Viza yang tetap dengan posisinya. Ia terlihat menghela napas berat. Pandangan itu lurus tak terbatas.
"Dia berbeda dari kami. Jika elu sadar Bumi sebenarnya lebih rapuh dari elu meski luarnya gahar."
Aku mendengarkan. Memikirkan ucapannya sembari menilai, mengangguk paham kemana arah pembicaraan itu.
"Dia pejuang dan butuh penyokong." Lanjutnya.
Benar!
Ucapan bang Viza tak ada satupun yang meleset. Secara tak langsung aku kesal. Cemburu pada manusia angker itu. Dia tahu segalanya mengenai iblis buluk."Jika dia meraih tangan elu itu artinya apapun akan dia lepaskan agar gengamannya ke elu tetap erat."
Bang Viza mengulurkan tangannya, aku menatapnya bingung. Tak mengerti dengan gerakan itu. Ia menghela napas, memutar bola matanya malas.
"Ponsel elu!" Serunya.
Aku buru-buru merogoh saku celana, memberikan ponsel padanya dengan berusaha untuk mengurangi rasa takutku. Dan dia terlihat sibuk mengetik. Mengabaikan gemetarku.
"Kalo ada apa-apa hubungi gua atau Wika." Terangnya sembari mengembalikan ponsel padaku.
"Hem." Gumamku.
"Gua titip Bumi ke elu. Bantu gua buat lihat mata itu hidup dan bibir itu tersenyum bahagia." Ia menepuk kepalaku dan aku mengangguk.
Lalu bagaimana denganmu?
Apa yang bisa membuat tatapan kelam itu bangkit dari kepedihan?
Kau terlihat lebih kesakitan ketimbang iblis buluk.Aku mengalihkan tatapan, menyeka setetes air mata kesedihan. Tanpa sadar mata itu menusukku, membuatku merasakan sakitnya.
Bumi beruntung, dia dijaga dengan tulus agar kebahagiaanya tetap mendekat padanya bahkan dibentengi dengan kemurnian.
Lalu bang Viza?
Siapa yang mampu menjaga Satan dengan jiwa yang tak tertolong meski hati itu bagaikan malaikat. Meski sikap itu bermartabat.Dia tetap anak remaja yang sedang belajar menjadi dewasa. Sosok mengerikan yang menjadi guru hidup bagi Bumi Pramana.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Boy
Teen FictionWARNING! [DISINI KALIAN BAKAL SAKAU DENGAN LAGU-LAGU WESTLIFE] Bagaimana rasanya saat berurusan dengan manusia terburuk disekolah? Dunia seperti berhenti berputar bahkan mungkin hidupmu terancam tak akan pernah tahu apa itu bahagia ketika manusia pa...