VAL--POV
Lenggang bahkan sepi. Mata ini menatap lembaran soal sepenuh hati. Memastikan bahwa aku mampu mengerjakannya meski dihari pertama ujian sangat menyiksa.
Sekarang hari ketiga, dan aku masih tak terbiasa. Berharap otak idiot ini mau bekerja sama untuk berpikir bahwa aku tak sekelas sama iblis.
Tapi sial.
Sangat menyebalkan.
Kesadaranku lebih tinggi ketimbang daya khayalku buat mikirin sedang berada didunia antabranta.Dua jam berlalu dengan beban yang sama, penyiksaan. Iblis dedemit itu berkedip genit saat tanpa sengaja aku menoleh kebelakang sebelum mengumpulkan hasil ujianku.
Njir!
Aku jadi sangat yakin jika setan jahanam itu berkali-kali menatap kearahku. Wajar saja jika aku merasa punggungku terasa ingin dilubangi."Gila! Soalnya susah-susah." Keluh Bianca.
Saat ini kami sudah berada di koperasi sekolah. Menikmati es krim sembari belajar sedikit untuk mengingat materi. Letaknya bersebelahan dengan kantin sekolah.
"Elu bisa ngerjain semua?" Tanya Bianca padaku dan Sastra.
"Moga aja bener. Sialnya gua ragu dua soal." Keluhku. Kepalaku terasa pusing.
"Sama, gua juga. Pertanyaanya rada ambigu sih." Sastra kembali menyendokkan es krim kedalam mulutnya.
"Gua masih belum terbiasa. Sebangku sama preman sekolah bikin otak gua jadi dodol. Sebel deh." Omel Bianca kesal.
Dengan ganas tangan itu melampiaskan kekesalannya pada sendok es krim yang dirematnya hingga patah, berakhir makan es krim pakai sedotan.
"Hahaha santai Bi santai." Aku mencoba menenangkannya.
"Kalo kayak gini bisa turun peringkat gua. Nggak lucu donk turun nilai gegara sebangku sama preman kunti." Rengeknya kesal.
"Anggap aja orang disamping elu itu kayak buah naga kesukaan elu." Saran Sastra.
"Gua nggak pandai ngayal. Dan nggak sempet pula buat ngayal." Dumelnya.
"Kasihan juga sih tuh orang nggak tahu apa-apa jadi sasaran kegoblokan elu." Ucapku.
Otakku lagi waras, emang bukan salah Bumi sih dasar Bianca aja yang paranoid. Jadinya otaknya si Bianca jadi nggak fokus buat ngerjain soal.
"Elu belain tuh setan, Val?" Bianca naik pitam, aku beringsut mundur. Kaget.
"Kampret lu!" Plototku kesal.
"Abis elu lebih belain tuh curut ketimbang sahabat elu ini." Cemberutnya.
"Val bener, elu aja yang parnoan. Dibikin santai napa." Seru Sastra.
"Santai pala elu. Emang lu pikir lagi dipantai? Lagi ujian kita ini, otong." Bianca terlihat sangar.
Aku hanya menghela napas, kembali membaca materi sembari mulut sibuk menikmati es krim. Sesuatu yang manis akan membuat otak lebih tenang dan rileks.
"Mik?! Disini!"
Kami bertiga berjengkit kaget mendengar teriakan Henry yang sangat mengharukan hingga keluar kantin.
"Anjing tuh bangke!" Omel Sastra.
"Heran gua, mereka kagak belajar? Bikin ribut aja." Omel Bianca. Sepertinya tuh bocah mood-nya masih buruk.
"Bukan urusan gua." Sastra kembali dengan materi dibuku catatannya. Begitu juga dengan aku.
Saat ini aku hanya ingin fokus dengan ujian dan bagaimana mengerjakan dengan baik meski aura tekanan tak bisa diabaikan.
Nilai?
Aku harus mempertahankan nilaiku agar aku bisa mengikuti pertukaran pelajar di Jerman saat masuk universitas nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Boy
Teen FictionWARNING! [DISINI KALIAN BAKAL SAKAU DENGAN LAGU-LAGU WESTLIFE] Bagaimana rasanya saat berurusan dengan manusia terburuk disekolah? Dunia seperti berhenti berputar bahkan mungkin hidupmu terancam tak akan pernah tahu apa itu bahagia ketika manusia pa...