66. Agen mata-mata

2.3K 261 176
                                    

[KIAN POV]

Tenang.
Hanya lantunan musik yang mengalun merdu disetiap kisi ruang perpustakaan pribadi. Menemani hening yang kuciptakan bersama buku tebal yang sedang kubaca.

Kali ini lebih baik karena kedua sahabatku yang rusuh itu tak menganggu. Sendiri menjadi sahabat yang baik untukku berselancar dengan semua buku. Menikmati luasnya pemikiran.

Otak ini sedang buntu jadi aku memutuskan membaca dari pada menulis yang akhirnya hanya akan menghasilkan naskah yang bobrok. Itu akan buruk.

"Tuan muda Zhan?"

Kuhentikan kesibukan membaca, menengadah menatap kepala pelayan dirumah. Laki-laki paruh bayah yang selalu mengikuti kemanapun aku pergi.

"Ya?"

"Ada teman tuan yang menunggu diluar." Terangnya.

Kening ini mengkerut, seingatku si biang rusuh sedang menonton bioskop. Dan si biangkerok sedang sibuk dengan komunitasnya.

Aku bangkit berdiri untuk memastikan. Pasalnya aku tak memiliki banyak teman di Indonesia kecuali teman sekelas dan itu tidak dekat.

Jadi sedikit aneh jika akhir pekan begini ada seorang teman yang mencariku. Pacarku sendiri sedang sibuk dengan kerjaan padatnya meski sepuluh menit yang lalu bilang jika ia mengajak kencan pacar adiknya.

Dan apa yang kulihat sekarang?
Tuh iblis cilik muncul didepan ruang tamu bersama sahabat lamaku yang terlihat begitu kesal pada Bumi.

"Ngapain kalian kesini? Bukannya elu ada acara, Sa?" Tanyaku dari Bumi beralih ke Angkasa.

"Nih gara-gara setan alas." Ia menunjuk Bumi dengan dagunya.

"Ikut gua yuk!" Bumi menarik tanganku begitu saja.

Menggiringku menuju pintu utama dan masuk kedalam mobil miliknya. Wajah ini masih memasang mimik bingung dan sedikit kaget juga karena kedatangannya yang tak diundang.

Kuhela napas panjang, menggeleng saat paham alasan ia membawaku dengan paksa. Ya meski aku tak mengatakan penolakan. Hanya saja kedatangannya yang tiba-tiba membuatku syok.

"Apa abang gua bilang ke elu mau pergi kemana?" Tanyanya menatapku penuh harap.

Semua darah Pramana emang sama ya. Aku menatap mata itu seolah menatap Azion si menyebalkan yang suka seenaknya sendiri. Dan berakhir membuatku menghela napas.

"Hem." Gumamku akhirnya.

Dan berkat mulut jujur ini membuatku semakin sakit kepala karena berakhir menjadi penguntit. Memata-matai pacar sendiri. Dan itu sangat menggelikan.

"Lihat, mereka pegangan tangan. Gua baru tahu kalau Val itu agresif juga." Seru Angkasa.

Kuputar bola mata malas, demi apapun sahabatku ini memang mulutnya perlu diplitur biar baikan dikit. Demen bener dia kalau disuruh manasin hati orang.

Krak!
Aku menoleh dengan cepat, melebarkan bola mata demi ulah gila Bumi yang meretakkan hiasan dinding di stand tempat kami bersembunyi. Terpancing ucapan Angkasa.

Detik itu juga kepalaku berdenyut sakit. Aku tahu jika nih bocah sakit jiwa tapi aku baru tahu kalau dia ini sumber malapetaka.

"Maaf. Berapa harganya? Biar kami beli." Seru Angkasa bergerak cepat.

Aku hanya menghela napas, merampok uang Angkasa untuk membeli permen lolipop. Manis akan mengurangi emosi yang mulai penuh diubun-ubun.

Aku bahkan masih memakai pakaian rumahan dengan sandal jepit dan kacamata baca. Mungkin dengan rambut sedikit berantakan karena setelah mandi pagi aku tak menyisirnya.

The Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang