35. Konflik??

3.8K 356 57
                                    

BUMI-POV

Senja mendekat perlahan namun masih tetap tak mampu menepis panas yang terus menyengat. Mengikis energi perlahan.

Hari yang melelahkan, bahkan peluh hampir membuat bajuku basah kuyup. Tenggorokanku pun mulai terasa serak.

"Sa, elu gantiin gua. Capek gua." Seruku menepuk bahu Angkasa yang berdiri disampingku. Mengawasi murid baru yang mendapat pembekalan disore hari.

"Hem." Ia mengangguk, maju kedepan, mengambil alih tugas.

Sastra sendiri sedang pergi meninggalkan sekolah karena masalah yang sedang dihadapi Henry. Yang mengharuskan dirinya sebagai ketua klub bertugas menyelesaikannya.

Kuhela napas, ini hari terakhir moss. Dan pembekalan terakhir ini adalah bentuk penutupan moss yang dilaksanakan selama lima hari.

Kusipitkan mata, menatap kejauhan, melihat anak ayam yang sedang duduk sembari menikmati cemilan. Ingin rasanya aku pergi kesana. Sedikit mengusilinya.

Aku merindukannya. Sangat malah tapi tuh anak ayam terlihat cuek dan terkesan menghindariku. Lebih sadisnya, ia menatapku seolah marah padaku.

Apa aku melakukan kesalahan?
Tiga hari ini itulah yang memenuhi isi kepalaku. Mencari rentetan kesalahan kecil yang mungkin tidak kusadari.

Jatuh cinta memang susah ya. Ini pertama kalinya dalam rumus seorang Bumi Pramana mengkhawatirkan tindakannya sendiri.

Takut jika menyakiti orang lain. Mencintai memang tak semudah menyakiti. Apa lagi menjaga sebuah hubungan ternyata tak semudah membalik telapak tangan.

"Kenapa lu?" Tepukan Curoz mengejutkanku.

"Sueg! ngagetin aja lu!" Aku membenarkan posisi berdiriku.

Sekali lagi kuedarkan pandangan dan Vallian sudah tak ada disana. Rasanya begitu berat saat melihat wajahnya yang tak baik-baik saja.

"Vallian?" Tanyanya.

Aku menghela napas, mengangguk, merapatkan kedua tanganku kedalam saku jas seragam panitia moss yang berwarna hitam.

"Kalian ada masalah?" Curoz kembali bertanya.

"Entahlah." Jawabku seadanya.

"Kok gitu?" Ia mengerutkan kening.

"Gua juga kagak tau, Ku. Tuh muka uda ditekuk gitu aja." Seruku sembari merapatkan mulut.

"Lu salah kali. Setahu gua Val bukan tipe yang gampang ngambek tuh." Ia membela Vallian.

"Nah itu dia. Gua uda mikirin kira-kira gua ngelakuin kesalahan apa yang nggak gua sadari sampek bikin tuh mulut rapat bener pek wajahnya pengen bener nyakar-nyakar gua." Terangku.

"Tapi sumpah, gua tetep nggak tahu." Lanjutku hampir putus asa.

"Dia uda rada sengak sama elu sejak balik dari Malang. Elu nggak sadar apa?" Curoz menatapku meneliti.

Mata kami beradu, aku berkedip bingung berakhir menggeleng. Sadar jika aku tak berpikir sampai sejauh itu. Mengerutkan kening, berpikir.

"Coba elu inget lagi. Terakhir elu ngobrol deket sama dia kapan." Perintahnya.

"Gua terakhir ciuman.....Auh! Sakit goblok!" Teriakku karena Curoz memukul kepalaku antusias.

"Bukan itu pe'a. Dasar otak mesum! Heran gua sama bacot elu." Ia menatapku gemas. "Gua jadi kasihan sama Val yang jadi pacar elu." Lanjutnya.

"Bangke! Lu temen gua bukan sih?!" Omelku.

"Gua pengikutnya Val. Puas lu?" Serunya.

Aku menghela napas, otakku kembali berpikir, mengikuti ucapan Curoz sebelumnya. Mengingat kembali perubahan sikap kekasihku.

The Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang