48. Atensi

2.8K 283 261
                                    

BUMI__POV

Bajingan!
Bangsat!
Setan alas!
Brengsek!

Siapa tuh dedemit nggak tahu diri?
Berani-Beraninya dia meluk pacarku.
Kutarik tubuh itu menjauh darinya. Menahan diri untuk tidak muntap.

Bahkan tuh bocah nggak tahu diri mengataiku halu saat aku menjelaskan jika aku pacarnya. Dan itu semakin membuat kepalaku mendidih.

Bangke bedebah!
Curoz menghentikan gerakanku saat aku hendak memberi tuh kunyuk pelajaran karena berani menantangku.

Deklarasi Curoz membuatku terdiam, menatap wajah itu seksama. Sedikitpun tak mirip dengan Curoz. Membuat otakku berpikir lebih lama.

Intinya kami tidak menyakiti keluarga sendiri. Namun jika itu sudah mulai mengusikku maka aku tidak akan tinggal diam. Apa lagi jika itu mengenai milikku.

Sial!
Kuhela napas panjang, menatap punggung itu yang menghilang. Menahan diri dari kemarahan. Menonjok perut Curoz sekuat tenaga.

"Anjing!" Pekiknya kaget.

Aku melangkah pergi, mengabaikan teriakan mereka yang saat ini mengikuti setiap langkahku. Niat ngantin menghilang begitu saja.

"Gara-gara elu nih. Seharusnya elu nggak usa ngasih ide buat nyamperin Vallian dikelasnya." Omel Angkasa.

"Gua mana tahu kalo bakal jadi begini." Oceh Henry.

"Bacot!" Sengakku.

Dan disinilah kami berakhir, diruang klub taekwondo. Menemukan Sastra yang berkeringat karena latihan membabi buta.

Buag!
Tendanganku ditangkis. Sastra selalu sigap seperti biasanya. Membalas serangan yang kulayangkan padanya. Melihat wajah itu yang terlihat sedang kesal.

"Elu mau bertanding serius?" Mata tajam itu menatapku kelam.

"Hem." Gumamku sembari memasang kuda-kuda.

"Ambil seragam. Kita bertanding secara profesional." Terangnya.

Kali ini aku menurut, mengikuti sarannya. Mengganti pakaianku dengan seragam taekwondo. Menyelesaikan amarah dengan keringat.

"Aturan bebas. Elu bisa pakai semua keahlian elu." Terang Sastra.

"Oke."

Dua puluh menit berlalu dengan keringat yang membanjiri tubuhku bahkan rambutku telah basah oleh keringat. Dan kali ini aku harus mengakui jika Sastra semakin tangguh.

"Bagaimana?"

Buag!
Pertanyaan Sastra kujawab dengan sebuah tendangan yang tepat mengenai kakinya. Ia terlihat geram dan kembali melakukan serangan.

"Sueg! Elu dikasih hati minta ampela!" Marahnya sembari menyerangku membabi buta.

Aku tersenyum licik, ini yang kuharapkan. Sastra akan kehilangan konsentrasi jika sedang mengamuk. Dengan begitu aku bisa memanfaatkan kelemahannya.

Buag buag buag
buag buag buag
Pukulan demi pukulan kulayangkan padanya dengan sekuat tenaga.

Tak ada kompromi, tak ada kebaikan, tak ada kekaleman. Semua kulayangkan dengan kekuatan penuh. Berakhir membuatnya kualahan.

Buag!
Brak!
Anjing!
Bangsat!

Aku meringis, tubuhku mencium kerasnya tembok klub taekwondo. Menatap geram pelaku yang seenak udelnya menyerangku tanpa persetujuan.

"Cukup!" Mata tajam Henry seakan ingin sekali membunuhku.

Aku menelan ludah.
Dari kami semua, Henry adalah yang terkuat dalam seni beladiri diatas Curoz tapi masih jauh dari level bang Viza yang hampir menguasai semua jenis seni beladiri.

The Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang