14. Santai

6.3K 531 10
                                    

VAL-POV

"Jangaaaannnnn!!"

Njir!
Aku mimpi buruk, sangat buruk. Kenapa pula aku mesti dikejar-kejar setan sebanyak itu.

Ini efeks karena berjalan dikoridor sekolah malam-malam dan ketemu dengan iblis jahanam. Berakhir didatangi para penghuni dunia lain.

Kupandangi jam didinding kamar, jarum jam menunjuk angka jam tiga pagi. Kamar bahkan gelap gulita karena terlalu lelah. Kegiatan mapensi sangat menguras tenaga.

"Besok gua bisa bangun siang." Ucapku lirih sembari kembali tidur setelah menghidupkan lampu malam.

"Jangan datangkan mimpi apapun, Tuhan." Gumamku sebelum berakhir memejamkan mata.

Lebih baik tak bermimpi apapun dari pada bermimpi mengenai hal yang mengerikan bahkan menyebalkan. Jika bukan setan beneran ya iblis jejadian yang menyambangi mimpiku.

*
*
*

Minggu cerah, mataharipun bergerak dengan sangat ramah bersama angin sepoi-sepoinya. Merayu tubuh untuk bermanja diri. Sekedar berbagi sepi.

Mata ini terpejam, menikmati kesendirian pagi dipinggiran kolam renang sembari merebahkan diri ditemani sepiring biskuit dan segelas jus stroberi.

"Hem, kayaknya adek gua lagi berselancar ini."

Itu sindirian. Dia pikir aku tukang ngayal seperti dirinya apa. Dasar wanita jejadian. Dan aku masih pada pose mengabaikannya.

"Woi coeg!" Teriaknya tepat ditelingaku.

"Kampret!" Semprotku yang kontan mengusap telinga yang berdenging akibat teriakannya.

"Salah lu sih. Ditanya malah sok budek." Sarkasnya tanpa sedikitpun rasa bersalah saat aku menatapnya dengan penuh kebencian.

"Apaan?" Kali ini aku memberikan atensiku padanya.

"Gimana mapensinya?" Ia duduk disampingku. Mau tak mau aku bangkit duduk, sedikit bergeser tuk memberinya ruang.

"Lancar." Jawabku sekenanya.

"Just it?" Ia mengerutkan alis, menatapku tak percaya.

"Emangnya elu mau ngarep apaan?" Aku menatapnya curiga.

"Bumi, gimana reaksi bocah itu?" Azra semakin memepetku dengan tatapan penasarannya.

"Nggak ada apa-apa." Jawabku malas.

"Bo'ong banget sih lu." Ketusnya, menatapku dengan tatapan menusuk.

"Lha... Mau elu apaan sih, kak?" Alisku naik beberapa senti. Mulai menahan emosi.

"Elu unyuk kayak gini, nggak mungkin kalo Bumi nggak bereaksi apapun." Protesnya sembari memperlihatkan fotoku yang sedang bernyanyi diatas panggung.

"Njing! Elu dapat darimana tuh foto?" Plototoku tak percaya.

Heran aku, kenapa tuh kakak sinting bisa dapat aja foto yang menurutku bukan lagi imut tapi memalukan. Apa lagi kacamata yang aku kenakan.

Astaga, jika aku tak sadar kalo didalam foto itu adalah aku sendiri, Vallian Brata. Maka aku akan berpikir kalau yang ada didalam foto itu adalah seorang gadis cantik.

"Anjeeeennngggg!" Umpatku dalam hati.

Bulu kuduk ini merinding dengan sendirinya. Teringat dengan semua tatapan kelaparan para mahok sejati. Dalam hati aku hanya bisa merutuk sembari menyesali segalanya.

"Gara-gara elu nih, kak." Kesalku menatapnya nyalang.

"Gara-gara gua apaan?" Ia mengerutkan alis tak paham.

The Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang