VAL - POV
Kalian tahu bagaimana hidup dalam bayang-bayang kegelapan?
Berkeringat dingin, gelisah dan hidup tak tenang.Aku hanya berdoa dalam hati tuh manusia iblis mendapat karmanya karena berhasil mempermainkanku. Mengaduk-ngaduk kewarasanku.
Pelajaran bahasa inggris berjalan dengan sangat menyebalkan. Aku tak bisa menjauhkan pikiran ini dari ciuman itu. Bahkan sekujur tubuh makin terasa panas.
"Val, lu nggak apa-apa?" Bianca menatap khawatir.
"Hem, gua baik-baik saja." Aku berbohong.
"Lu yakin?" Dia menaikkan sebelah alisnya.
"Iya. Kenapa?" Aku mengerutkan kening.
"Muka lu merah banget. Lu demam?" Bianca meraba kening ini.
"Nggak." Aku menjauhkan tangannya.
"Lu yakin?"
"Bi?!" Protesku.
"Hem, baiklah." Gadis cantikku kembali sibuk dengan buku pelajarannya.
Helaan napas ini terasa berat, bayangan itu kembali muncul. Ciuman panas manusia iblis terasa dasyat di bibir yang bisa dikatakan masih suci ini.
"Anjing!" Umpatku.
Aku bangkit berdiri, mengabaikan panggilan Bianca. Toilet adalah tujuan utamaku sekarang. Menyegarkan otak adalah tujuan utama.
Lima belas menit berlalu, aku membersihkan bibir dengan air. Bahkan perlahan makin kasar kala ciuman itu makin terasa membekas semakin lekat.
"Sial!"
"Ini benar-benar menyebalkan." Aku menatap diriku sendiri di depan kaca.
"Lu menyedihkan Val, seharusnya ciuman pertama lu dengan wanita cantik. Meski dengan laki-laki tak seharusnya dengan manusia iblis." Protesku dengan menatap cermin lekat.
Helaan napas ini semakin terdengar dalam. Sekali lagi kubasuh wajah dengan air kran yang mengalir. Tersenyum kecut, saat rasa manis ciuman itu tak kunjung menjauh.
"Ah, frustasi gua." Rengekku saat teringat bahwa nanti aku harus pulang bersamanya.
Aku melangkah gontai menuju kelas, dengan disambut tatapan tanda tanya dari Sastra dan Bianca yang dengan setia maniknya mengamati setiap gerakanku.
"Elu kenapa lagi?" Tanya Bianca.
"Bi, tolong siapkan peti mati buat gua." Pintaku.
"Bacot lu!" Sastra ngegeplak kepala ini tanpa ampun.
"Sakit dongo!" Pekikku.
"Elu kalo ngebacot jangan asal Val. Orang bilang ucapan itu doa." Ucapnya.
"Gua uda nggak kuat, Sas." Rengekku.
"Emang si Bumi ngapain lu?" Ia menaikkan alisnya.
Aku menelan ludah, terdiam dengan cepat. Mana mungkin aku bilang ke mereka jika Bumi menciumku sampai jantungku maraton. Dan aku yakin mereka akan bilang jika aku mengada-ada.
"Ah sial!" Umpatku dalam hati.
"Ayo cerita!" Pinta Sastra.
"Kagak!" Gelengku cepat.
"Kalau dia bertindak di luar batas gua bisa bantu lu untuk itu." Sastra mulai terlihat tak sabar.
"Nggak kok. Gua cuma takut sama dia. Lu sendiri tahu kalau gua nggak bisa apa-apa." Aku mencoba menenangkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Boy
Teen FictionWARNING! [DISINI KALIAN BAKAL SAKAU DENGAN LAGU-LAGU WESTLIFE] Bagaimana rasanya saat berurusan dengan manusia terburuk disekolah? Dunia seperti berhenti berputar bahkan mungkin hidupmu terancam tak akan pernah tahu apa itu bahagia ketika manusia pa...