3. Run Away

9.8K 874 41
                                    

VAL - POV

Pagi buta, kurasa begitu. Aku mengenakan sepatu dengan buru-buru. Mata ku masih mengantuk, pasalnya semalam aku tak bisa tidur dengan nyenyak.

"Besok aku jemput."
Ucapan itu terngiang ditelingaku sepanjang waktu. Dan sekarang aku melarikan diri.

Menjauh dari balak. Itu yang aku lakukan. Aku akan tidur dikendaraan umum setelah memutuskan untuk berangkat sekolah tanpa diantar.

Aku mengantuk, di sini, di dalam kendaraan umum duduk di ujung belakang, menyandarkan kepala dan mulai tidur.

Sepertinya tuhan tak berpihak padaku, aku lupa meminta kenek busway untuk membangunkanku dan sekarang aku terlalu jauh melewati halte tujuanku.

Kampret!
Aku harus putar balik dan kemungkinan akan terlambat lagi seperti kemaren. Membuat pagi hari menjadi sedikit suram.

Kaki ini buru-buru turun dan kembali pada bus yang kearah berlawanan. Untungnya sudah standbay di halte tempat ku berhenti. Secepat kilat tubuh masuk sebelum pintu otomatisnya kembali tertutup.

"Syukurlah. Puji tuhan. Aku selamat." Batinku.

Berpikiran postifi.
Aku berangkat sangat pagi. Jadi masih ada kemungkinan untuk sampai sekolah tepat waktu.

Dua puluh menit berlalu, bibir ini tersenyum, bernapas lega menatap gerbang sekolah yang masih terbuka. Aku masih punya waktu 5 menit sebelum pintu gerbang di tutup.

"Dewi fortuna masih menyertaimu, Val." Pujiku, pada diri sendiri.

Aku melangkah masuk, mengaitkan kedua tangan dikedua sisi tali ransel. Mengayuhkan kaki melangkah dengan sangat santai dan tenang.

"Kurasa kau tahu bagaimana melarikan diri." Kaki ini mengerem mendadak di lobi utama sekolah.

Ku telan ludah, tahu suara siapa itu. Tubuh ini memaku, diam tak bergerak. Tak berani menoleh atau pun berbalik. Kueratkan kedua tangan di ujung tali ransel.

Kabur?
Bagaimana melakukannya?
Kaki ini keluh, bahkan mulai gemetaran. Jadi bagaimana bisa menyelematkan diri?

Tamat riwayatku.
Kaki itu terdengar bergerak melangkah mendekat. Jantung ini pun hampir melompat keluar dari tempatnya.

Tuhan, bagaimana ini?
Kenapa aku jadi orang begitu lemah dan pengecut?
Kenapa harus takut padanya?

"Ku pikir kau takut padaku." Kepala ini menunduk.

"Menurutmu apa yang harus aku lakukan untuk orang yang menipuku? Membiarkan ku datang tanpa menghasilkan apapun?" Bisiknya seduktif.

"Ak.... ak... aku tidak minta dijemput. A-aku bisa pergi sendiri." Gagapku.

Sialan!
Entahlah, jika berurusan dengannya mulut ini selalu mendapat sindrom kegagapan. Menyebalkan!

"Ayo, aku antar kekelasmu." Ucapnya menarik ujung topi jaket. Tepatnya menyeret tubuh ini.

"A, A-ayolah. Aku bisa pergi ke kelas sendiri." Kuberanikan untuk protes.

"Ngebacot mulu!" Sarkasnya.

Aku menutup mulut rapat, menunduk. Tak berani menatapnya. Mengabaikan rasa malu karena tatapan semua murid di setiap kelas.

"Kalian dengar!" Teriaknya saat sampai di dalam kelas.

"Jangan biarkan nih anak ayam keluar dari kelas saat jam istirahat nanti." Terangnya.

"Baik kak." Mereka menjawab kompak.

The Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang