63. Kemelut Hati

2.2K 269 117
                                    

VAL__POV

Aku diam.
Menatap takjub apa yang ada didepanku. Ini sudah seminggu sejak terakhir kali aku bertemu orang tua Bumi.

Dan kudengar bang Viza sudah pulang kerumah setelah Kian sadar dari tidur lamanya. Bumi sendiri saat ini sedang melakukan persiapan untuk tes perguruan tinggi.

Meski masih enam bulan lagi mereka lulus tapi mereka sudah harus sibuk menentukan mau masuk universitas pilihan mereka.

Dan saat ini aku berdiri disekolah sepupuku untuk berpartisipasi dalam festival musik antar sekolah bersama beberapa teman dari sekolah.

Sastra pun tampil bersama band-nya. Aku dan Kuza ikut karena dipaksa kepala sekolah. Katanya demi nama baik sekolah yang dipertaruhkan.

"Kenapa jadi kita yang terjebak disini sih." Protes Kuza.

"Apa sebaiknya kita balik? Bilang saja kalo kita kejebak macet." Usulku.

"Alasan kalian payah." Seru Barra yang berdiri dibelakang kami.

"Bacot!" Kesal Kuza.

"Gua ke toilet dulu." Seruku sembari melangkah pergi.

Sebenarnya aku hanya ingin mencari udara segar. Di aula seni terlalu ramai dan aku kurang nyaman meski ada para sahabatku.

Kududukkan diri dikantin sekolah, melihat sekolah sepupuku Aaron yang sangat luas dan jauh lebih keren dari sekolahku.

"Duit emang nggak nipu ya." Gumamku.

Hanya saja aku heran.
Aaron bisa bertahan disini itu cukup hebat menilik dari otaknya yang pas-pasan. Ya sedikitlah pinternya.

"Woi!"

"Anjir!" Pekikku kaget saat seseorang menggeplak kepalaku dari belakang.

Aku menoleh, menatap penuh kekesalan. Melihat seorang cowok blasteran super ganteng berdiri didepanku bersama gadis tomboy namun cantik banget.

"Kemana aja lu?" Tanya gadis tomboy disampingnya.

"Disini aja?" Jawabku sedikit bingung.

"Buruan Ron, lu nggak lihat kalo laki elu dari tadi nyariin elu?" Cowok itu menarik tanganku. Memintaku berdiri.

Ah!
Jadi ini temen-temen Aaron. Pinter juga sepupuku itu mencari teman. Mereka ganteng dan cantik. Semoga nggak godak kayak Aaron.

"Eh Ga, kok gua ngerasa aneh ya?" Cewek itu menarik tangan si cowok.

Aku masih diam, menahan bibir ini dari senyuman. Lucu juga melihat wajah menyelidik mereka yang menatapku dari ujung kaki hingga balik kewajah.

"Ron, elu kok tinggian ya?" Si cowok mendekat mengamatiku. Menyamakan tinggi badan.

"Biasanya elu dibawa bahu gua. Kok sekarang setelinga gua sih?" Ia mengukur tinggi badanku dengannya.

"Elu nggak pake sepatu high heels kan?" Si cewek ikutan nimbrung.

Sialan!
Kayaknya mereka emang sebelas dua belas sama Aaron. Otaknya rada sengklek dan godak. Aku menghela napas.

"Pake obat apa lu Ron, bisa setinggi ini dalam hitungan jam? Perasaan tadi pagi elu masih pendek deh." Seru si cowok sembari menggerakkan tubuhku kekanan dan kekiri.

Plak!
Aku meringis. Bunyi pukulan Aaron dikepala mereka tidak main-main. Sontak mereka menoleh dan semakin terkejut.

"Elu siapa?!" Pekik si tomboy.

The Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang