VAL__POV
Plak!
Sialan!
Kepalaku berdenyut sakit demi tamparan yang dilayangkan Azra padaku.Anjing nih kuntil.
Pipiku benar-benar panas karena Azra menggunakan seluruh tenaganya untuk menamparku.Mungkin sudah merah sekarang.
Aku hanya menghela napas, masih dengan duduk bersandar di brankar setelah sadar dari semua mimpi buruk."Elu gila ya?!" Muntapnya.
Aku menghela napas. Kepalaku makin berdenyut sakit demi mendengar suara Azra Brata. Dan kenapa juga disaat sadar orang yang ada di ruangan harus nih makhluk sih.
"Berapa lama gua tidur?" Tanyaku mengabaikan kemarahannya.
Kepala ini terasa berat dan berputar serta tubuhku sedikit pegal. Artinya papa memberiku obat bius lebih banyak dari yang seharusnya.
"Lu ye... Dasar bocah sialan!" Kali ini Azra menoyor kepalaku.
"Anjir! Lu ye kak. Kepala gua sakit bego!" Pekikku tak kalah kesalnya.
"Maksud lu itu apa hah?! Kalau mau mati nyebur kelaut sana! Kenapa mesti pake jarum infus punya gua, hah?!" Omelnya.
"Itu salah elu sendiri kenapa elu tinggalin di brankar gua." Aku tak mau disalahkan.
"Gara-gara elu gua kena gampar mama, anjing!" Kesalnya.
Aku tersenyum dalam diam.
Salahkan saja mataku yang tak sengaja melihat tuh jarum diletakkan di atas brankar tepat dibawah kakiku."Gara-gara elu gua dapat peringatan praktek magang. Sumpah elu ngeselin banget." Protesnya.
"Maaf." Ucapku lirih.
Aku menatapnya sendu. Mata itu berkaca-kaca. Aku tahu Azra khwatir dengan keadaanku dan lebih memilih memakiku ketimbang menceramahiku.
Detik berikutnya ia menangis sesenggukan. Meraih dan memelukku erat. Merasakan hangatnya sebuah kepedulian darinya.
"Gua pikir gua nggak bakal bisa ngajak elu berantem lagi." Ucapnya dengan terisak.
Aku menepuk punggungnya sembari mengeratkan pelukan. Menenangkan hatinya yang mungkin syok karena perbuatanku.
"Jangan ulangi lagi Lian. Elu bikin mama nangis." Ucapnya.
Aku mengangguk.
Terkekeh kecil saat mendapatkan cubitan dipinggang. Ia melepaskan pelukan, menatapku cemberut."Dimana mereka sekarang?" Tanyaku karena mereka tak ada untuk menjagaku.
"Papa lagi ada jadwal operasi. Mama lagi monitoring pasiennya." Jawabnya.
Aku mengangguk.
Kembali kusandarkan punggung pada sandaran brankar. Menghirup udara sebanyak mungkin.Perlahan kupejamkan mata. Merasakan detak jantungku sendiri. Mencoba mengingat segalanya secara perlahan dan hati-hati.
Detik berikutnya aku menangis dalam diam. Bagaimanapun aku tak siap dengan kenyataan yang aneh ini. Aku bukan spesial tapi tak normal.
"Berjuanglah Lian. Kakak tahu apa yang ada dibenak elu." Azra menggenggam tanganku erat.
Dan aku hanya mengangguk.
Dalam hati rasa sakit itu semakin nyata bercampur dengan kebencian yang datang tanpa kompromi.Kubuka mata perlahan, menatap semburat, mengabaikan sekitar. Mencoba menggapai kembali kewarasan yang sebelumnya telah aku gadaikan.
"Gua tak siap kak." Ucapku akhirnya.
Hening.
Tak lagi ada percakapan.
Mungkin Azra sendiri tak tahu harus mengatakan apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Boy
Fiksi RemajaWARNING! [DISINI KALIAN BAKAL SAKAU DENGAN LAGU-LAGU WESTLIFE] Bagaimana rasanya saat berurusan dengan manusia terburuk disekolah? Dunia seperti berhenti berputar bahkan mungkin hidupmu terancam tak akan pernah tahu apa itu bahagia ketika manusia pa...