VAL-POV
Lantunan musik mengalun merdu memenuhi ruang studio. Aku memejamkan mata, menikmati lagu yang sedang kubawakan.
Bukan lagu cinta, ini lagu tentang sahabat. Mengingatkanku pada seseorang yang sudah lama tak kembali. Sosok gila yang selalu mampu membuatku tertawa.
"Elu rindu ya sama dia?" Suara Kuza menghentikanku bernyanyi.
Aku menoleh, menatapnya tersenyum. Mengangguk pelan, menatap wajah ganteng Kuza sendu. Kembali konsentrasi dengan lagu.
"Gua juga rindu sama tuh setan kecil. Sudah lima tahun sejak kepergiannya. Band kita jadi sepi kayak gini." Ia menyudahi permainan piano orgennya.
Mau tak mau aku juga berhenti menyanyi. Meletakkan mike ditempatnya. Masih dengan posisi duduk ditempat yang sama.
"Kayaknya tuh tuyul betah tinggal di Brazil. Buktinya sampek sekarang nggak balik-balik bahkan sejak pergi nggak pernah kasih kabar barang sekalipun." Ia menghela napas.
Tangan lentiknya membelai lembut tubuh gitar yang bertengger manis disebelahnya berdiri. Tersenyum tipis dengan wajah gantengnya.
"Nanti juga bakal balik kalau dia uda bosen dengan Brazil."
Aku tersenyum tipis, lebih tepatnya menyeringai. Karena sahabatku satu itu memang sangat suka berpetualang kemana saja dia suka.
"Dia bilang cuma setahun. ini uda lima tahun."
Hem, Kuza mengingatkan akan janji itu bahwa dia pergi hanya sebentar. Aku menghela napas, berharap dia baik-baik saja disana.
"Kita doakan saja yang terbaik." Saranku.
Entah kenapa aku kepikiran tentang tuh bocah yang sadar atau nggak seolah menghilang ditelan bumi.
Bumi?
Shit!
Lagi. lagi-lagi otakku membayangkan wajah tampan yang sangat songong itu berkelebat sempurna di pikiranku."Balik yuk?!" Ajakku.
Sudah dua jam lebih kami bermain musik. Aku butuh sedikit asupan nutrisi saat merasakan kepala ini mulai pusing dan berkunang-kunang.
"Elu uda laper?" Tanyannya.
Aku mengangguk seraya berdiri, meraih tas yang kuletakkan diatas meja kecil yang memang disediakan untuk menyimpan barang.
Satu jam kemudian kami duduk manis menunggu pesanan nasi goreng. Saat ini kami nemutuskan untuk makan nasi goreng kambing yang terkenal di dekat stasiun Mangga Besar.
Jalanan masih tetap padat di jam sepuluh malam seperti ini. Banyak yang sedang menikmati kuliner malam dipinggiran jalan.
Mobil-mobil berjajar rapi demi makanan kesukaan mereka. Bahkan ada yang beramai-ramai masih dengan pakaian kantoran.
"Nggak lama lagi kita kuliah dan akhirnya kayak mereka. Berjuang mencari sesuap nasi demi kelangsungan hidup." Kuza menatap kearah kerumunan orang yang memakai baju kantoran.
"Hem, hidup selalu bergerak searah jarum jam." Setujuku.
"Jadi saat ini kita nikmati aja masa SMA kita. Apapun yang terjadi pada akhirnya kita akan meninggalkan kenangan dengan seragam putih abu-abu ini." Serunya, menghela napas berat.
"Tumben amat filosofi elu dalem banget." Aku mengerutkan kening.
Kuza terlihat seperti memikirkan sesuatu yang sangat mengusik ketenangannya. Ini bukan terkesan dirinya sekali.
"Nggak. Gue cuma ngerasa ngelewatin banyak hal. mumpung tanggungan hidup kita belum terlalu berat ada baiknya kita nikmati apa yang masih bisa kita nikmati." Ia tersenyum tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Boy
Fiksi RemajaWARNING! [DISINI KALIAN BAKAL SAKAU DENGAN LAGU-LAGU WESTLIFE] Bagaimana rasanya saat berurusan dengan manusia terburuk disekolah? Dunia seperti berhenti berputar bahkan mungkin hidupmu terancam tak akan pernah tahu apa itu bahagia ketika manusia pa...