65. Secercah Nasehat

2.2K 220 233
                                    

[VIZA POV]

Minggu yang sibuk, dan memang selalu begitu. Bisnis membuatku harus membagi waktu dengan banyak hal. Bahkan waktu dengan pacar.

"Za, menurut elu kalo yang ini gimana?"

Lamunanku buyar, menatap Juno yang menunjukkan sebuah dekorasi untuk pesanan acara nikahan seorang artis papan atas.

"Lumayan sih. Cuma elu kurangi beberapa detailnya. Terlalu glamor juga kelihatannya makin nggak spesial." Terangku sembari mencoret beberapa bagian.

Ia mengangguk sembari mengamati coretan yang kubuat diatas karton kerangka rancangan. "Iya juga sih." Setujunya setelah aku membiarkannya kembali mengoreksi.

Kami berada diruang khusus yang kurancang dilantai bawah tanah disamping kafe dan tepat dibawah garasi rumah kecil peninggalan kakek Pramana.

"Usahakan sabtu depan elu ada waktu buat ngecek lokasi ya. Gua sama Titan bagian ngurus perlengkapan." Terang Bima.

"Hem." Anggukku.

"Gua ngurus masalah properti cadangan." Terang Juno.

Sekali lagi aku mengangguk.
Bisnis kecil ini kami jalankan berlima bersama Curoz yang saat ini sedang mencari tambahan perlengkapan yang dibutuhkan.

Atensiku teralih saat melihat orang kepercayaanku berjalan masuk dengan ekspresi bersalah mungkin? Atau menyesal? Entahlah, aku kurang paham.

"Bos, bisa kita bicara sebentar?" Tanyanya sembari menatapku takut.

Aku bangkit berdiri, menyuruhnya mengikutiku keruang kerja pribadi. Disana ada tujuh komputer, dan berbagai senjata koleksi yang semuanya legal.

Aku bersandar dimeja kerja, bersedekap dada, menatapnya tajam. Mencari sesuatu dari wajah itu. Terlihat jika ia telah melakukan sebuah kecerobohan.

"Ada apa?"

"Maaf bos. Gua lupa kasih tau elu kalo waktu elu dioperasi Vallian Brata terlihat mengobrol dengan Pramana senior." Terangnya.

Kuhela napas.
Sepertinya aku terlalu bersantai kali ini. Kuraih ponsel dari saku celana. Mencari nomer adikku Bumi. Menekan tombol panggil.

"Ya bang?" Serunya.

"Vallian sama elu?" Tanyaku.

"Dia dirumahnya. Ada apa?" Nada itu berubah khawatir diujung.

"Ini minggu, kenapa elu nggak ngedate?" Tanyaku heran.

"Hari ini gua ada kegiatan komunitas." Terangnya.

"Kalo gitu gua yang gantiin ya?" Tanyaku.

"Anjir! Gila lu bang!" Muntapnya. "Kagak rela gua. Elu kan uda punya Kian, bang. Jangan embat juga pacar gua." Protesnya.

"Bacot! Elu kan kalah basketnya. Elu pikir gua bercanda, hah?" Senggaku.

Tak ada jawaban.
Bumi diam, dan aku masih menunggu. Aku tahu dia dilema dan mungkin kesal. Melihatnya begitu bagiku sangat menyenangkan.

Aku bisa menemui Vallian tanpa minta izin darinya. Hanya saja aku ingin menghargai milik adikku dan tak ingin mengecewakannya dengan sikap semauku.

Helaan napas terdengar. Aku tersenyum tipis. Begitulah keturunan Pramana, tak suka jika miliknya diusik bahkan ditatap terlalu lama oleh predator lainnya.

"Baiklah. Akan gua kirim alamat rumahnya." Ia mengalah.

"Nggak perlu. Gua uda tahu dimana rumahnya." Tolakku.

The Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang