52. Dangerous

2.5K 297 372
                                    

VAL__POV

Aku melangkah menuruni tangga. Sedikit menghardik Barra saat ia hendak melarangku turun. Perasaanku benar-benar diambang batas.

Seruan murid lainnya kuabaikan, saat ini yang aku butuhkan adalah ketenangan. Memperbaiki mood-ku yang buruk.

Detik berikutnya saat aku berjalan menuju pintu dan menatap lurus kedepan disana aku melihat sesuatu. Aku melihat iblis buluk berdiri bersandar ditembok sembari bersedekap dada.

Kampret!
Kuhela napas, kembali fokus menatap pintu keluar Aula. Sepertinya otak dan mataku mulai tak waras saat ini.

Buktinya aku sampai berhalusinasi melihat iblis buluk di Aula. Kugelengkan kepala pelan, melangkah meninggalkan aula.

Akhir-akhir ini Angga sering menggangguku bahkan yang terakhir berani memelukku dari belakang. Itu semakin membuatku tak fokus dan mulai krisis ketenangan.

Menghilangnya iblis buluk sepertinya menjadi kesempatannya tuh makhluk rabies untuk mendekatiku bahkan menggangguku.

Aku diam.
Tak menceritakan semuanya pada siapapun. Tak ingin memperkeruh suasana atau membuat mereka berada dalam masalah karena bertindak dengan amarah.

Aku mengenal seperti apa semua sahabatku terutama Barra dan Sastra. Apa lagi jika genk iblis buluk sampai tahu bisa gempar dunia persilatan.

"ANJING!"

Pekikku kaget saat seseorang meraih pergelangan tanganku dan menarikku hingga aku berbalik. Terkejut sekaligus takut karena tempat ini sedikit sepi.

Aku takut jika Angga kembali mengangguku dan mencari kesempatan dalam kesempitan. Tatapan mata Angga membuatku merinding. Dia terlihat maniak.

Detik itu juga kuhempaskan tangannya agar terlepas. Menengadah memastikan siapa yang menggangguku saat ini.

Deg!
Mataku melebar, aku menemukan iblis buluk berdiri didepanku. Detik itu juga hatiku semakin sakit melihatnya berdiri didepanku dengan wajah santainya.

Jujur aku lega melihatnya baik-baik saja dan sadar jika tadi aku tidak sedang berhalusinasi. Hanya saja wajah itu terlihat lebih tirus dari biasanya.

"Maaf."

Mendengarnya minta maaf terasa menghantamku lebih dalam. Emosiku naik dengan cepat. Rasa kecewa dan sedihku pun ikutan naik kepermukaan.

Aku berbalik, menjauh darinya adalah keputusan terbaik. Aku tak ingin berbicara kasar didepan orang yang baru sembuh dari sakit. Itu tidak baik.

Aku terkekeh, tak habis pikir dengannya. Entah apa yang ada didalam benaknya. Sikap tenangnya semakin membuatku kesal.

Dasar brengsek!
Maaf?
Aku lebih suka jika dia mengatakan "Aku merindukanmu" dengan begitu aku akan berpikir jika dia tak melakukan kesalahan padaku.

Aku bahkan berakhir berteriak ketika Ia tak menyerah untuk memanggil namaku dengan semua sebutan yang biasanya. Aku muntap.

Dan benar saja.
Apa yang kutakutkan terjadi. Aku berbicara kasar padanya. Menyuruhnya enyah untuk selamanya.

Ia masih terkejut karena teriakanku dan saat ini makin syok dengan ucapanku. Ekspresi itu membuatku sedikit merasa bersalah.

Bodoh amat dah.
Aku berbalik melangkah pergi meninggalkannya. Untuk saat ini aku lega, tahu jika ia sudah baik-baik saja.

Dan sekarang yang aku butuhkan adalah waktu. Waktu untuk menenangkan diri dan waktu untuk memperbaiki mood. Aku tak ingin lepas kendali lagi.

"Val?"

The Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang