7. Suara Lembut

6.9K 599 75
                                    

BUMI-POV

Tiga hari telah berlalu, dan selama itu pula aku tidak melihat wajah cantik Vallian. Bukan karena menghindar tapi aku berburu waktu menyelesaikan film dokumenter.

Akhirnya aku bernapas lega setelah tadi pagi aku memberikannya kebagian panitia mapensi. Dan disinilah aku saat ini, duduk dibelakang gedung serba guna.

Tidak sendirian, aku sedang memangku seorang kakak tingkat yang super cantik disekolah. Menjelajahi bibirnya dengan rakus.

Bahkan tangan inipun mulai meremas-remas pantatnya yang kejal. Membuatnya mendesah meminta lebih, padahal aku baru menembaknya kemaren sore.

Ia memberiku akses sepenuhnya untuk menyentuh tubuhnya. Terbukti dari gerakannya yang semakin menempel padaku dan tangannya mulai berani menjamahku.

Aku mengeratkan rahang, tak berpikir panjang lagi, tangan kananku menyusup masuk kebajunya, melepas ikatan bra-nya dan mulai meremas payudaranya.

Ia mendesah, menyusutkan tubuhnya dan aku masih menciumnya brutal. Membiarkannya menggelinjang nikmat.

Kali ini aku sedikit melepas kancing bajunya, membuat payudaranya menyepul keluar, dan segera kuhisap laknat.

Sial!
Anjing!
Aku menghentikannya, bangkit berdiri dengan buru-buru. Pasalnya setiap aku menyentuhnya aku akan teringat dengan Vallian.

Wajah meronanya, kulit mulusnya, suara lengkuhannya, desahan bahkan hembusan napasnya. Semua hanya Vallian Brata.

Bangsat!
Bahkan saat aku menyentuh tubuh itu otakku hanya membayangkan jika aku sedang menyentuh tubuh Vallian Brata.

"Sebaiknya kita akhiri sampai disini. gua nggak main sama gadis yang masih perawan." Ucapku dingin.

"Gua nggak masalah ngelepas keperawanan gua sama elu, Bumi." Suaranya bergetar mungkin karena efeks mendekati kenikmatan sebelum aku menghentikannya tiba-tiba.

Miris sekali mendengar hampir setiap cewek yang kupacari mengatakan itu hanya sehari setelah jadian denganku. Entah apa yang mereka pikirkan.

"Bodoh!" Makiku.

"Gua emang bodoh, tapi buat elu apa yang nggk bisa gua kasih. Selama itu buat elu keperawanan bukan masalah besar bagi gua." Ucapnya lagi.

"Elu pikir bisa ngikat gua setelah gua ambil keperawanan elu?" Aku menggeleng.

"Gua cuma butuh kenikmatan sesaat." Lanjutku. Ia terlihat terkejut.

"Sebaiknya kita putus. Gua uda nggak butuh elu." Ucapku dingin, pergi meninggalkannya begitu saja.

Sumpah serapah keluar dari mulut gadis yang beberapa detik lalu sudah menjadi mantan pelampiasanku.

Mode budek kembali kupasang. Dan pada dasarnya aku emang sudah terbiasa dimaki setelah mempermainkan perempuan.

Toh aku tidak memaksa meski akhirnya aku sendiri yang menolak untuk menjebol keperawanan para mantan pacar.

Nggak butuh perawan, itu cuma alasan dan kedok doang. Sebenarnya aku masih mikirin buat ngehargain aset itu karena aku juga punya adek cewek.

Kuhela napas sepanjang mungkin, hari ini aku butuh pelampiasan. Kekesalanku karena Vallian Brata harus sedikit terobati.

"Mik?!"

Aku menoleh, menaikkan alis, melihat teman genkku sedang asyik duduk diteras depan kelas anak satu.

Seringaiku terkembang, melihat kesibukan mereka membuli anak kelas satu. Tak tanggung-tanggung. Lima anak sekaligus.

The Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang