VAL--POV
Setelah badai terbitlah terang, bahkan angin sore melambai hangat dengan senja yang kian merambat mendekat. Lupa jika hujan sempat membuat kegelisahan.
"Kalian lama bener sih?" Protes Moza saat melihat aku dan Bumi berjalan menghampiri mereka yang sibuk menata peralatan bakar membakar.
"Gua nyari kepasar bego. Kenapa nggak elu aja coba yang nyari. Elu pikir daerah orang gampang dipahami?" Sarkasku.
Bohong sih.
Orang aku terima nih bungkusan gitu aja. Nggak pake bayar lagi.
Gratis tahu!
Kapan lagi hayo hidup semenyenangkan ini."Buat kalian." Bumi menyerahkan kantong plastik kearah Moza.
"Apaan?" Ia membuka bungkusan plastik besar yang sudah beralih ketangannya.
Detik berikutnya kulihat wajah itu secerah mentari pagi. Tersenyum renyah menatap Bumi memuja dengan sangat menyebalkan.
"Terbaik seperti biasanya." Serunya sebelum pergi meninggalkan kami begitu saja.
"Njir! Songong amat! nggak tahu terima kasih. Moza bangkek!" Teriakku.
"Bodoh!" Pekinya dari kejauhan mengabaikanku sembari mengacungkan jari tengahnya.
"Kurang ajar! Dasar bedebah!" Muntapku.
"Sudah, ayo siap-siap buat bumbu." Bumi menarikku menuju kearah Bang Qidam yang sibuk menata ikan yang sudah dibersihkan.
"Hem, akhirnya muncul juga kalian. Gua pikir uda lupa jalan buat balik." Bang Qidam mulai ceramah.
"Rencananya sih gua mau nginep di hotel. Malas balik." Timpal Bumi.
Kampret!
Sialan sih iblis bangke ini.
Kenapa pula pake ngikutin ucapan si astral Angkasa.
Sekali lagi aku dinistain."Cemilannya kamu kasihkan semua?" Tanyaku saat sadar jika ia tak lagi memegang bungkusan kecil yang memang milikku.
"Hem." Angguknya dengan tampang polos.
Njir!
Sialan nih iblis!
Aku menghela napas panjang sembari menggembungkan pipi, menatapnya dengan kekesalan tingkat tinggi."Ambil!" Perintahku.
Bodoh amat!
Aku nggak peduli sama jiwa iblisnya.
Kalau dia muntap itu urusan nanti yang penting bungkusan cemilanku harus kembali."Sekarang?" Ia menatapku bingung.
"Nggak, tahun depan! Ya sekaranglah!" Seruku gemas, ingin sekali menjambak rambutnya sampai botak.
"Oke." Ia menghilang dengan cepat.
"Wah!" Bang Qidam menghentikan kesibukannya. "Gila, elu ganas bener ya kalo uda ngamuk." Ia menatapku menggeleng.
"Kapan lagi bisa menaklukkan singa liar?" Seruku menyeringai kejam.
"Hahaha bener juga sih. Gua baru tahu kalo Bumi termasuk tipe laki takut bini." Ia kembali dengan pekerjaannya.
"Gua juga baru tahu." Seruku.
Jujur, aku sendiri rada kaget juga lihat pentolan brandal sekolah, si gahar nan sangar bisa begitu penurut pada orang yang tergolong lemah begini.
"Itulah indahnya jatuh cinta. Iblis bisa jadi malaikat."
Aku menoleh, mendapati Kuza berdiri dengan posisi yang kesulitan dengan bawaan dikedua tangannya. Bahkan mukanya penuh dengan peluh.
"Napa lu?" Bang Qidam menaikkan alisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Boy
أدب المراهقينWARNING! [DISINI KALIAN BAKAL SAKAU DENGAN LAGU-LAGU WESTLIFE] Bagaimana rasanya saat berurusan dengan manusia terburuk disekolah? Dunia seperti berhenti berputar bahkan mungkin hidupmu terancam tak akan pernah tahu apa itu bahagia ketika manusia pa...