46. Hati yang mendung

3K 290 215
                                    

BUMI__POV

Aku terpaku, ucapan kak Azra membuat jantungku terasa berhenti berdetak seketika apa lagi ketika kakek anak ayam menatapku lekat.

Anjir!
Jujur banget sih Azra Brata.
Aku tahu dia godak, tapi nggak nyangka jika separah itu. Dan aku harus bagaimana?

Dalam hitungan detik aku menjawab sejujurnya dan lihat hasilnya sekarang? Aku berasa dihakimi masal oleh seluruh nama Brata dirumah ini.

Semua mata menatapku garang, aku tidak takut hanya saja aku paling takut jika nantinya aku diharuskan memutuskan anak ayam dan menjauhinya.

Jika itu terjadi?
Aku akan menculik anak ayam dan membawanya pergi.
Masa bodoh dengan semua orang.

Bang Viza bilang selagi aku bahagia maka aku harus memperjuangkannya dan melakukan apapun untuk mendapatkannya.

"Jadi Val, kamu bisa jelaskan sama papa. Apa maksud dari ucapan akong kamu?"

Tajam, ucapan itu membuatku bergidik ngeri. Aku mengintip, wajah itu tenang meski suaranya syarat akan penekanan.

Sangat berbeda dengan papaku yang tidak bisa mengendalikan diri. Tak bisa menekan kemarahannya untuk tidak terlihat didepan orang lain.

"Maaf pa, Lian sama kak Bumi pacaran." Terang bocah itu dengan suara bergetar.

"Jelaskan!" Pintanya dengan suara datar.

Diam, tak ada jawaban. Mungkin anak ayam sedang berpikir untuk memberinya jawaban apa. Mulutku sendiri sudah gatal ingin bersuara.

Aku tak ingin anak ayam dipojokkan karena semuanya aku yang memulai. Dan ingatkan aku untuk menjahit mulut calon kakak iparku itu.

"Dipaksa pa."

Anjir!
Vallian bangsat!
Jantungku mendadak mencelos mendengar ucapan Vallian yang menyakitkan.

"Hah?!" Seru pak Brata.

"Hehehe nggak ding." Kekeh Vallian.

Bangke nih bocah!
Masih ngelawak dalam kondisi begini?
Aku hanya mengela napas, mengingatkan diriku sendiri jika pacarku itu error.

"Vallian?!" Tegas papanya.

Anak ayam menghela napas, "Papa nyeremin sih kalo begitu. Lihat nih Lian uda ketakutan." Protesnya.

Anjir!
Nih bocah kayaknya nggak paham situasi. Masa cengar-cengir begitu dan lihat muka datar pak Brata yang dingin itu.

Detik berikutnya kudengar helaan napas berat dari pak Brata dan helaan napas pendek dari anak ayam. Jika begitu mereka terlihat mirip secara bersamaan.

"Oke, Lian akan jujur. Dia Bumi Pramana, kakak tingkat Lian. Pacar Lian dan alasannya karena Lian mencintainya makanya pacaran sama dia." Terang Lian.

Glup!
Aku menelan ludah, kuharap ucapan anak ayam sebuah kebenaran. Mencintaiku bukan karena untuk melindungiku dari keluarganya.

Namun kutahan hatiku untuk terlalu bahagia karena selama ini akulah penyebab anak ayam menjadi seperti ini bahkan membuatnya tak bisa lepas dariku.

"Bibit bebet bobot?" Tanya sang senior Brata, Akong anak ayam.

"Dia pintar akong dan sudah bekerja paruh waktu, jadi Akong tenang aja. Lian nggak bakal kelaparan kok kalo sama dia." Jawabnya.

Aku terkekeh, anak ayam memang sesuatu. Dan saat ini berhasil membuatku sakit kepala dengan sikap santainya.

The Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang