38. Trouble

3.9K 339 131
                                    

VAL—POV

Seminggu menjadi murid kelas 11 IPA 1 membuat segalanya sedikit berbeda. Pelajaran bertambah rumit, cobaan hidup makin gentol dan tingkat kemesuman iblis buluk juga bertambah dua level.

Otakku dibuat semburat olehnya, dan yang paling menyebalkan adalah saat semua orang memujanya dengan begitu banyak damba dimata mereka.

Brengsek!
Itu membuat hatiku panas. Rasanya ingin sekali kubakar mereka hidup-hidup. Mereka membuat hariku tak tenang.

Babi gosong!
Anjing kudis!
Monyet berkutu!
Ubur-ubur kurap!

Entah yang keberapa kalinya ini aku menghela napas, duduk dengan hati dongkol di gazebo taman sekolah. Menatap marah pada langit yang menebar panas.

"Bangke!" Umpatku.

Disana, di gazebo lainnya Bumi terlihat menyebalkan sembari mengumbar senyum kepada adik tingkat yang mengerumuninya.

"Mati sana! Dasar hidung belang!" Umpatku sembari meremat kaleng minuman.

"Anjing! Sakit njir!" Keluhku karena baru menyadari jika tuh botol isinya masih penuh.

"Val, setahun lagi elu bisa jadi kakek-kakek kalo begitu modelnya." Oceh Bianca.

"Bodoh!" Omelku.

"Ckckck. Gua baru tahu kalo cemburu elu itu bukan hanya buta tapi gila." Geleng Kuza.

"Bacot lu!" Sengakku.

"Horor lu Val. Sedari tadi muka kayak preman tanah abang yang nggak dapat duit palakan." Seru Bianca.

"Bacot!" Muntapku.

"Coba elu tebar pesona sama cowok-cowok ganteng disekolah kita. Gua yakin Bumi bakal kebakaran jenggot." Nasehat Sastra.

"Takut gua." Seruku.

"Cemen lu." Sindir Sastra.

"Lagian gua normal ngapain tebar pesona sama cowok, stok perempuan cantik masih banyak." Seruku masih dengan mata menatap tajam penjahat kelamin dikejauhan.

"Gua nggak mau gegara gua Bumi kehilangan akalnya. Bertindak dengan pikiran binatang buas." Terangku.

Bagaimanapun aku tak ingin membangkitkan tidur lelapnya singa jantan. Dia terlalu berbahaya untuk dijadikan ajang uji nyali meski levelnya tak setinggi bang Viza.

"Val?!" Panggil Sastra.

"Apaan?!" Suaraku terkesan tak sabar.

"Lusa pacar elu ulang tahun." Ucapnya sebelum bangkit berdiri dan beranjak pergi. "Gua duluan, ada perlu." Lanjutnya.

"Anjing!" Umpatku kaget. "Sastra bangke?! Kenapa baru kasih tau gua sekarang? Woi biji jagung!" Teriakku.

"Sampai nanti dikelas. Gua masih ada urusan." Ia melambaikan tangan pergi, mengabaikan umpatanku.

"Elu ngerasa nggak kalo Sastra lagi nyembunyiin sesuatu?" Tanya Bianca.

"He'em gua mencium bau-bau gosong ini." Angguk Kuza.

"Pe'a!" Bianca memukul kepala Kuza penuh semangat.

"Anjing! Sakit goblok!" Pekiknya.

"Gua serius, goblok!" Omel Bianca.

"Kita amati saja dulu. Kalo gelagatnya makin aneh baru kita selidiki." Ucapku.

"Yups, bener banget." Setuju Kuza.

The Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang