12. Gejolak

6.5K 600 9
                                    

VAL-POV

Tes tes!
Aku mengecek microfon. Beneran dah, aku benar-benar gugup. Detak jantungku seakan terdengar lebih keras dibandingkan suara para penonton.

Ini pertama kalinya aku tampil diatas panggung dengan kumpulan manusia sebanyak itu. Bayangkan saja seluruh murid sekolahku hadir didepan panggung dan menikmati mapensi.

Tanpa dimintapun tangan ini sudah berkeringat dingin. Rasanya aku ingin melarikan diri dan bersembunyi didalam kamar. Mendadak kasur dikamar terasa lebih menarik.

"Tenang saja. Gua percaya sama elu, Lian." Kuza menepuk bahuku. Aku mengangguk tuk kemudian menghela napas berat.

Diujung pinggir panggung, aku menoleh dan mendapati Sastra dan Bianca tersenyum, memberiku jempol kanan mereka.

Sekali lagi aku menghela napas, mulai menyentuh gitar dan perlahan memetiknya. Sedikit improvisasi sembari menghilangkan kegugupan.

Detik berikutnya piano orgen juga mulai mengalun merdu dengan nada yang dibuat sedikit ngebit. Lagu Nothing Gonna change my love for you milik Westlife mulai kukumandangkan.

Aku duduk dengan manis, sebelah kaki kunaikkan keatas tahanan kaki kursi, tersenyum tipis saat semua mata menatapku intens.

Perlahan namun pasti, aku mulai tenang dan santai. Bahkan tangan ini tak lagi berkeringat dingin, dan memetik senar gitar dengan anggunnya.

Glup!
Aku menelan ludah. Rasanya kegugupan mampir kembali saat mata ini tanpa sengaja bergerak menelusuri seluruh penonton dan mendapati hal yang tak diinginkan.

Disana, disudut belakang, aku melihat si iblis sedang terdiam, menatapku intens. Sedikitpun tak berkedip. Aku semakin dibuat gugup karena tatapan matanya yang seolah hendak memakanku.

"Sial." Batinku.

Tak seharusnya aku menuruti ucapan kakakku untuk mengenakan kacamata kesayanganku ini. Aku yakin ini sebuah kesalahan.

Perlahan aku membenarkan kacamata, mengurangi kegugupan yang dengan sangat kurang ajar datang lagi akibat tatapan mengerikan si embah setan.

Oke, mungkin aku memang harus mencari perhitungan dengan wanita yang bernama Azra Brata. Kejahilannya membuatku merasa semakin tak percaya diri dengan kostum panggung ini.

Yang benar saja, masak baju kodok?! warna kuning lagi. Ini namanya menceburkan diri dalam lubang kenistaan. Bangsat bener tuh wanita yang berstatus kakak.

"Berhenti menatapku seperti itu." Batinku dalam hati meski aku tak yakin dia mendengarnya.

Aku merasa seperti ditelanjangi olehnya. Sekilas aku melihat bibir tipis itu mengulas sebuah senyum tipis.

Deg!
Anjing! kenapa juga jantungku berdegup kencang. Pasalnya itu pertama kalinya aku melihat senyumnya yang normal.

Sumpah sungguh menawan, penampilannya yang seperti itu tak bisa dipungkiri kalau dia sangat tampan. Aku saja mengakuinya.

"Hentikan Val!" Batinku.

Aku bergulat dengan hatiku sendiri sembari bernyanyi. Oke, kembali fokus. Aku tidak ingin merusak penampilanku. Nanti saja memikirkan iblis sinting itu.

Akhirnya selesai, kami hanya menyanyikan satu lagu. Dan berakhir mendapatkan tepuk tangan serta teriakan yang luar biasa.

"Vallian Brata!!"

Aku bergidik ngeri ketika genk si iblis berteriak menyebut namaku seperti suara toak yang menusuk telinga. Dan si iblis sendiri hanya diam sembari bersedekap dada.

The Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang