9. IBU-IBU JULID

65.3K 6.2K 252
                                    

Aina sudah menginjakkan kaki di taman belakang, tempat perjanjiannya dengan Bara. Namun, ia tidak menemukan batang hidung laki-laki itu. Bahkan Aina sudah mengelilingi seluruh penjuru taman ini.

Aina mulai menduga-duga, jangan-jangan Bara membohonginya tadi. Sekolah sudah sepi, hanya tinggal beberapa murid saja yang berlalu lalang yang mungkin saja memiliki urusan penting. Ini sudah satu jam setelah bel pulang dibunyikan.

Dengan langkah gontai, Aina berjalan meninggalkan area taman. Ia berjalan di koridor sendirian. Matanya mulai berkaca-kaca, memikirkan apa yang akan terjadi di hari esok orang tuanya mengetahui bahwa ia sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal ini.

"Bukan aku yang menginginkan bayi ini!"

"Ya Allah, aku sudah melakukan kesalahan besar."

"Hamba terjebak dalam dosa zina."

Tidak terasa, Aina sekarang sudah berada di lahan parkiran. Dia sebenarnya tidak membawa kendaraan, ia hanya lewat.

Tapi, Aina mendengar keriuhan suara yang mungkin sedang asik bercerita. Aina mengedarkan pandangannya, dan terhenti pada salah-satu sudut parkiran. Di tempat itu, ada sekitar sepuluh orang cowok yang tengah bersenda gurau, dengan posisi duduk di atas motor masing-masing. Namun, Aina terfokus pada satu orang cowok yang hanya diam saja tidak seperti temenannya yang heboh. Itu orang yang Aina cari, Bara.

Aina mengumpulkan keberanian, ia mencoba mendekat ke arah segerombolan laki-laki itu. Tentu saja ia terus menunduk dan didera serangan gugup.

Setelah sampai di depan para cowok itu, Aina masih tetap menunduk. Ia menghela nafas pelan.

"Assalamu'alaikum," salam Aina.

Sontak saja, seluruh laki-laki itu menoleh ke sumber suara, yaitu Aina. Mereka tergagap-gagap menjawab salam Aina. Ini sangat jarang terjadi di antara mereka, karena biasanya orang yang ingin menyapa mereka jarang menggunakan salam terlebih dahulu.

"Wa–alaikums–salam."

"Eh ukhti, ngapain ke sini?" ucap salah satu diantara mereka.

Aina diam beberapa waktu, untuk kembali mengumpulkan keberaniannya. Ia bingung cara untuk mengatakan maksudnya saat di hadapan dia adalah teman-temannya Bara. Ia tidak mungkin mengatakan hal itu, di hadapan mereka, bukan?

"Kak Bara." Hanya kata itu yang keluar dari mulut Aina.

Merasa namanya dipanggil, Bara melepaskan perhatian dari ponsel di tangan, lalu menoleh ke arah gadis bercadar berseragam SMA.

"Apa keputusan lo?" tanya Bara tanpa basa-basi.

Bara tidak memperdulikan teman-temannya yang bingung maksud dari ucapannya. Ia yakin, Aina tidak akan menjawab dengan spesifik. Ya itu kalau Aina tidak bodoh dalam menjawab.

Aina tergagap saat Bara menanyakan itu. Ini masih ada teman-temannya lo. Aina hanya mengangguk. Yang tentu membuat senyum di bibir Bara, tapi senyum smirk.

Bara segera mengambil kunci motor dari dalam tasnya, dan menyalakan motor ninja biru kebanggaannya.

"Woy, Bara, lo mau kemana? Ah elah, lu nyuruh kita nungguin lo di sini, eh lo malah pergi," celetuk salah satu teman Bara.

"Ada urusan," sahut Bara. Ia mengendarai motornya ke hadapan Aina.

"Naik!" titah Bara tanpa melihat ke arah Aina.

Bukan hanya Aina yang terkejut, bahkan teman-temannya Bara juga melongo mendengar apa yang diucapkan Bara.

"Gue nggak salah denger 'kan?" seru heboh satu gerombolan itu.

Bayi Di Balik Seragam SMA (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang