53. KISAH MASA LALU

42.8K 4.5K 355
                                    

"Berhentilah memanggilku dengan sebutan itu! Aku bukan orang spesial bagi kamu dan keluargamu. Aku hanya seorang pelacur bekasmu!!" teriak Diana. Kini ia sudah kehilangan kendali akan dirinya sendiri. Tanpa bisa dicegah, rintihan mutiara bening mengalir di pipi wanita itu.

Derion menggapai tangan Diana, ia menggenggamnya dengan kuat hingga tidak memberikan Diana celah untuk menarik kembali.

"Diana jangan bicara seperti itu, Honey. Don't cry, please," mohon Derion dengan nada lembut. Sungguh, air mata Diana adalah kelemahannya.

Derion menatap Diana dengan tatapan yang begitu menyedihkan. Kadang ia tidak mengerti dengan dirinya sendiri, entah mengapa saat sudah bersama Diana ia kehilangan kendali. Derion seakan melupakan sifatnya pada orang di luar sana yang terkenal akan ketegasan dan kesangaran.

Diana yang sedari tadi menunduk, memilin bajunya di bagian atas paha. Kini wanita itu mendongakkan kepala membalas tatapan Derion.

Diana mengusap kasar air mata yang mengalir di pipinya. "Apa?! Memang benarkan aku hanya pelac*r kamu. Hanya sebagai cetak anak!" Diana tidak ada maksud menaikan nada suaranya, tapi emosinya tidak stabil saat harus kembali mengingat masa lalu yang sangat menyayat hatinya itu.

Bara yang mengerti keadaan saat ini, ia tahu Diana sedang berusaha untuk tidak terlihat lemah di hadapan Derion.

"Aina, bawa mama ke dalam. Kondisi mama belum pulih," titah Bara.

Aina masih dengan raut shock karena ini mungkin adalah pertama kalinya selama ia menjadi menantu keluarga ini, ia melihat sang mama mertua marah. Wanita itu selalu berkepribadian lemah lembut dan beribawa. Aina pikir ada masalah yang membentang antar keluarga ini, hingga membuat Diana seperti ini.

"Cepat Ai!" titah kembali Bara.

Aina yang diteriaki mampu membuyarkan lamunannya. Dengan cepat ia bergerak ke belakang kursi roda Diana, siap untuk mendorong kursi itu membawa Diana ke dalam.

"Berhenti!" Derion dengan cepat menahan kursi itu, hingga pergerakan Aina terhenti.

"Diana, saya mohon saya ingin berbicara empat mata sama kamu. Setelah sekian tahun saya ingin menemui kamu, saya baru diberi kesempatan sekarang. Jadi saya mohon. Setelah ini, saya janji jika kamu tidak ingin lagi bertemu dengan saya, saya benar-benar tidak akan menemui kamu saya akan pergi jauh sampai tidak ada orang yang bisa menyusul saya."

Derion sudah disambar rasa keputusasaan. Ia tidak tahu lagi bagaimana bisa menyelesaikan semua masalah ini, sebelum ia benar-benar tidak punya kesempatan lagi untuk menyelesaikan ini.

Diana terdiam sebentar, ia masih berusaha mengontrol rasa sesak akan emosi dalam raganya. Air mata tak henti turun dari pelopak matanya.

Derion menatap memelas pada Diana. Sungguh, tangan pria itu gatal ingin menyeka butiran air mata yang menurutnya sangat berharga itu.

"Baiklah, saya beri Tuan waktu." Diana berkata seraya mengangguk, dengan telapak tangan berusaha menghapus jejak air mata di pipi.

Diana menoleh ke belakang, di mana menantunya sudah siap mendorong kursi rodanya.

Diana menyentuh pelan tangan Aina yang ada di kursi roda. "Aina, antar mama ke dalam, Nak."

"Mari masuk, Tuan. Tidak baik jika mengobrol di luar." Walaupun Diana tengah menahan rasa sesak yang membuncah, namun rasa hormat tetap ia terapkan.

Derion mengangguk. "Aina, boleh saya saja yang mendorong kursinya?" pintanya.

Aina menatap sebentar tangannya yang ada di ganggang kursi. Lalu, pandang matanya mengarah pada Bara dan Diana.

Bayi Di Balik Seragam SMA (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang