17. CEMBURU

67.4K 5.5K 94
                                    

Andra bangkit dari duduknya, lalu mendekat ke arah Bara. Andra membisikkan sesuatu tepat pada telinga remaja itu. "Aina istri kamu sekarang, bahagiakan dia. Sekali saja kamu nyakitin dia, malaikat maut sudah menyerahkan kematianmu ditangan saya." Setelah mengatakan itu, Andra hengkang keluar markas di susul dua sahabatnya dan para pengawalnya.

Sebelum benar-benar pergi, Rian menyempatkan diri menghadap Bara. "Anak muda, main mu belum terlalu jauh. Tidak bisakah kau bermain aman? Sekarang nasi sudah menjadi bubur, dan nasibmu mengatakan Andra sebagai mertuamu. Hati-hati selalu," bisik Rian diakhir kekehan. Menepuk pelan beberapa kali bahu Bara, lalu pergi.

"Btw, guee bawa pulang ni kacang ya. Mintak." Rian berseru saat sudah sampai dipintu keluar, sambil menunjukkan sebungkus kacang pada orang-orang yang masih didalam gedung.

"Santai aja om," sahut anak tiger.

"Jangan panggil om," protes Rian. "Masa Andra kalian panggil bang, gue om. Panggil kang Rian aja. Hahaha," guyon Rian.

Geng Tiger memang sudah mengenal watak Rian yang begitu humble dan humoris, diantara sahabatnya yang lain.

"Kang Rian, ini kuaci nya nggak sekalian?" teriak salah satu anak Tiger, mengangkat tangannya yang memegang sebungkus kuaci sisa yang Rian makan tadi.

Rian menggeleng. "Nggak, anggep aje gue sedekah." Padahal pada kenyataannya, cemilan itu milik para anak-anak Tiger. Setelah mengatakan itu, Rian berlari menyusul dua temannya.

Evans menatap serius Bara. Sahabatnya itu masih terdiam, menetralisir rasa sakit ditubuhnya. Evans menatap sekeliling, ia bisa melihat rasa penasaran dari anak-anak tiger dari gerak-gerik mereka.

Evans mengajak teman-temannya dan menarik Bara ke ruang khusus di lantai dua. Ruang itu disediakan khusus untuk para anggota penting geng tiger, jadi tidak sembarangan orang bisa masuk.

Ruangan biasa saja, tapi masih mewah dengan fasilitas yang tidak selengkap ruang tadi. Hanya saja, ruangan ini kedap suara.

"Jelasin Bara, kesalahan apa yang lo perbuat sampai membuat bang Andra semarah itu?" tanya Evans. Teman-temannya sudah duduk semua di sofa yang tersedia.

Bara diam beberapa saat, setelahnya ia menghembuskan nafas pelan. "Gue udah ngancurin anaknya bang Andra." Bara berkata jujur, karena percuma dia menutupi hal ini, lama-lama juga mereka akan tahu. Bara percaya akan teman-temannya, pasti akan menjaga rahasianya dengan baik.

"Hah!" Serentak empat orang disekeliling Andra menoleh padanya.

"Maksud lo?"

"Anaknya bang Andra, sekarang lagi hamil, dan gue ayah dari janin itu," perjelas Bara.

Reaksi teman-temannya sekarang sudah jelas ternganga kaget dengan fakta yang dibeberkan Bara. Pantas saja Andra semarah tadi, bahkan jika Andra tidak kenal dekat dengan Bara seperti anak sendiri, mungkin Bara sudah mati ditangan Andra.

"Kok bisa?"

"Kapan itu terjadi?"

"Terus sekarang gimana?"

"Fatal banget kesalahan lo?"

Bara diserang dengan berbagai pertanyaan, tapi ia mencoba untuk tetap tenang. Ia menjawab pertanyaannya satu-persatu.

"Gue juga nggak tau kenapa bisa terjadi, gue mabok waktu itu. Semua terjadi waktu sebulan yang lalu, gue ke hotel buat nembak Astrid malah temannya yang dateng. Kemarin gue udah nikah." Panjang lebar penjelasan Bara, tentu saja itu bisa membuat teman-temannya paham dengan mudah. Bara  memperlihatkan cincin di jari manisnya.

Bayi Di Balik Seragam SMA (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang