42. HUKUMAN ZINA.

47.1K 5.5K 1.2K
                                    

WARNING, ADEGAN KEKERASAN DI PART INI!

Video yang baru saja Bara dapat setelah susah payah, kini berada di tangannya. Di situ, terlihat jelas siapa dalang dari malam ia tidak sadarkan diri hingga merebut kehormatan Aina.

                                       ***

Bara melantunkan ayat suci Al-Quran dengan sedikit terbata-bata, namun  ia berusaha untuk terus memperbaiki di setiap ayat yang akan ia baca.

"Robbanaa laa tuzigh quluubanaa ba'da iz hadaitanaa wa hab lanaa mil ladungka rohmah, innaka angtal-wahhaab." Bara mengakhiri bacaan dengan mengucapkan hamdalah.

"MashaAllah, makin hari makin membaik tajwidnya Nak Bara," ujar seorang laki-laki berpakaian gamis pria berwarna putih, tidak lupa juga peci di kepalanya.

Bara tersenyum, ia mengangguk. "Berkat bantuan ustadz juga."

Sudah hampir satu bulan dia belajar baca al-quran dan mendalami ilmu Agama bersama ustadz Syam. Beliau adalah pemilik pondok tahfidz yang tempatnya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal Bara.

Tidak ada yang tahu akan hal itu, karena Bara menyembunyikan hal ini dari siapapun termasuk mamanya.

"Ini bukan berkat saya, tapi karena Allah yang memudahkan kamu untuk belajar," ujar ustadz Syam.

Saat ini, Bara dan ustadz Syam berada di pondok tahfidz milik ustadz itu. Bara setiap hari selalu ke sini, setelah selesai sekolah sebelum bekerja di bengkel.

Ustadz Syam berdehem sebentar. "Nak, kamu yakin dengan apa yang kamu katakan tadi?" tanyanya memastikan. Sebelum mulai belajar tadi, Bara sempat mengatakan sesuatu yang membuat pikiran ustadz Syam tertuju terus akan hal itu.

Bara memejamkan matanya, ia sudah memikirkan ini berulang-ulang. Sepertinya, dia memang harus melakukannya.

"Gue berhak dihukum atas kesalahan gue," ujar tegas Bara. Ia menutup al-quran yang tadi ia baca, kembali meletakkannya di atas rak. Saat ini mereka berada di ruang kelas. Tapi hanya ada Bara dan ustadz Syam.

Ustadz Syam adalah ustadz yang tidak sengaja ditemui oleh Bara sebulan yang lalu, saat dia baru menikah dengan Aina.

Berkat bimbingan ustadz Syam, Bara mulai mengenal Allah. Bisa saja Bara belajar dari Aina, tapi dia sadar diri, seorang laki-laki yang seharusnya membimbing perempuan.

Keputusan Bara untuk mengenal Allah, itu murni dari kesadaran diri dan keinginan dekat dengan sang Pencipta. Bukan karena Aina.

"Baiklah, jika itu yang Nak Bara mau," putus ustadz Syam. "Kira-kira, kapan Nak Bara siap?" tanyanya.

"Sekarang," jawab santai Bara.

Tentu hal yang diucapkan Bara membuat ustadz Syam sedikit terkejut. Yang benar saja, saat ini dia belum ada persiapan apapun.

"Nak Bara yakin?" tanya ustadz Syam lagi."

                                         ***

Seluruh murid yang menimbah ilmu di pondok tahfiz di bawah bimbingan ustadz Syam, kini mereka semua berkumpul di lapangan. Tadi, ada pemberitahuan yang menyuruh mereka ke sana. Pondok tahfidz itu dikhususkan untuk laki-laki.

Ustadz Syam sudah menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan, seperti yang Bara minta. Ustadz Syam berdiri di tengah lapangan, ada dua orang lainnya yang ada di sana juga. Bisa ditebak itu siapa? Andra, ya ayah mertua Bara ada di sana juga.

Kini, sebuah cambuk besi dengan duri-duri kecil di bertaburan sudah ada di tangan ustadz Syam.

"Hari ini, Bara akan dihukum cambuk, karena dia telah melakukan perzinaan! Seratus cambukan," ungkap ustadz Syam dengan lantang, hingga didengar oleh seluruh penjuru lapangan.

"Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa besar yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)."

(Q.S. An Nisa: 31).

Bara sudah bersimpuh lutut membelakangi ustadz Syam dan ustadz yang lainnya, mereka ikut untuk memberikan keadilan. Kini, Bara bertelanjang dada.

Bara sendiri yang meminta agar ia dihukum, ia yang meminta agar dilakukan di hadapan umum. Bara merasa, ia pantas mendapatkan ini.

CTARR...

Tanpa aba-aba, ustadz Syam melayangkan cambuk yang tadinya berputar di udara, kini membentur punggung tegap Bara.

Bara memejamkan matanya, merasakan rasa menyengat di punggungnya. Selintas tangis Aina di malam hari, yang tidak sengaja di dengar oleh Bara. Setiap expresi wajah Aina, tergambar jelas kini di benak Bara.

CTARR...!

CTARR...!

Cambuk itu masih menghujani punggung Bara, namun pemuda itu tidak terlihat kesakitan. Justru, air mata yang menetes dari matanya yang terpejam. Bukan karena sakit, tapi teringat akan semua kesalahan yang telah dia lakukan.

"Ya Allah," lirih Bara.

Andra hanya menatap datar Bara, ini adalah keputusan pemuda itu. Andra tidak bisa melakukan apapun, dari awal ia tahu Bara melakukan hal keji pada anak gadisnya.

"Sudah lama saya ingin mencambuknya, tapi, saya tidak sanggup, saya tidak bisa melakukannya sendiri." Andra memang sudah menerima Bara sebagai menantunya, tapi hukuman rasa sakit Aina harus dilakukan.

Di sisi lain, masih di tempat yang sama. Salah satu murid pondok tahfidz juga, ada gelagat aneh yang ia lakukan.

"Itukan Bara," tebak pemuda itu. Dengan cepat ia mengeluarkan ponselnya dari balik saku gamis. Pemuda itu mengutak-atik ponselnya.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," salam dari seorang perempuan di seberang sana. "Ada apa, Eriel?"

Eriel pemuda itu menjawab salam, setelah itu ia mengubah sambungan yang tadinya panggilan suara kini menjadi video call. Eriel mengubah menjadi kamera belakang.

"Ada Bara di sana," kata Eriel.

Di tempat Aina berada ia ada di dalam kamar kontrakan, ia shock dengan apa yang ia lihat di layar ponselnya. Bara, ada suaminya di sana. Aina membelakakan matanya, saat melihat Bara dicambuk dengan begitu keras secara terus menerus.

Di awal, Bara memang tidak terlihat kesakitan. Namun, kini Aina bisa melihat di ponselnya, punggung Bara sudah menimbulkan darah segar.

Setiap pecutan cambuk yang diterima Bara di punggungnya, seperti ada sengatan listrik yang menjalar di hati Aina. Sakit dan perih juga dirasakan oleh Aina.

"Kakak Bara kenapa ada di sana?" Aina menutup mulutnya yang ternganga. Matanya berkaca-kaca, raganya bergetar. Aina tidak tega melihat bagaimana kondisi Bara.

CTARR...!

Ini sudah puluhan kali besi cambuk itu mengenai punggung Bara, tapi seakan tidak berhenti masih terus berjalan.

"Kak Bara kenapa nggak teriak kesakitan?" heran Aina. Gadis itu justru melihat Bara terlihat menunduk, membiarkan saja punggungnya.

Aina merasa tidak sanggup untuk menyaksikan lebih lagi, ia memejamkan matanya. Begitu banyak lantunan doa yang ia lontarkan pada sang Maha Kuasa.

"Ya Allah, ampuni dosa suami hamba, aya Allah. Hamba mohon. Hiks." Aina tak kuasa menahan isakan tangisnya.

Mutiara bening kini mulai mengalir di pipi Aina, padahal sebelumnya gadis itu tidak pernah selemah ini. Dia sudah terbiasa melihat orang kena hukum, bahkan lebih dari itu.

Di tempat Bara berada, posisinya masih berlutut. Kedua tangannya ia angkat, tapi bukan untuk mengisyaratkan menyerah.

CTARR!

"ALLAHUAKBAR!" pekik Bara. Ia menjatuhkan diri dalam posisi bersujud.

Itu adalah lecutan terakhir, kali ini Bara baru merasakan betapa sakitnya kulit punggung di belakang. Bahkan sedikit membuatnya pusing.

ADEGAN DI ATAS TIDAK UNTUK DITIRU DAN BUKAN UNTUK PENILAIAN SEBUAH HUKUM AGAMA.

MOHON MAAF JIKA ADA KESLAHAN. MOHON DIPERBAIKI.

SPAM NEXT! 🙂

TEMBUS 800 KOMENTAR AKU LANJUT







Bayi Di Balik Seragam SMA (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang