Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Gesekan sepatu beradu pada lantai terdengar di sepanjang koridor rumah sakit. Sepasang kaki memacu langkahnya dengan tergesa-gesa, untuk bisa sampai lebih cepat ke tempat tujuan.
Tunak mata Aina mengerling ke sekitarnya, banyak orang berlalu lalang. Namun, bukan hal itu yang ingin dia lihat.
Pelopak mata Aina membendung air, yang siap kapan saja meleleh. Tidak juga, karena sedari tadi Aina tidak bisa mengontrol mutiara bening berlomba-lomba membasuh wajahnya yang tertutup cadar.
"Di mana ruang Kak Bara?" tanya Aina pada dirinya sendiri.
Tadi, orang kepercayaan Aina mengatakan jika Bara dibawa ke rumah sakit kota. Namun, Eriel tidak memberitahu bagaimana kondisi Bara.
"Ya Allah, lindungi suami hamba," lirih Aina, suaranya bergetar. Gadis itu semakin memacukan langkahnya.
Hingga kini Aina berdiri di depan sebuah pintu putih, yang bertuliskan ruang Melati. Tadi, Aina sempat bertanya di mana ruang Bara dirawat pada resepsionis, dan ruang di hadapannya adalah tempatnya.
Tangan Aina terulur untuk mengetuk pintu. Suara ketukan pintu terdengar tiga kali. "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," salam Aina.
Tidak lama menunggu, pintu di hadapannya terbuka menampilkan figur seorang Andra.
"Ayah," ujar Aina.
Andra mempersilahkan Aina masuk, pria itu hanya tersenyum kecil. Aina tidak langsung beranjak dari tempatnya berdiri, gadis itu mengedarkan pandangannya.
Tanpa disengaja, tunak mata Aina beradu pandang dengan tunak mata Bara. Di detik itu juga, Aina tidak bisa memperthankan air matanya yang hendak luruh.
Aina berhamburan ke arah Bara yang duduk di atas brankar pasien. Sesampainya di hadapan Bara, tidak memperdulikan sekeliling, Aina merentangkan tangannya, lalu memeluk tubuh Bara begitu erat.
Tentu saja, Bara tertegun dengan apa yang dilakukan oleh Aina. Namun, pemuda itu membalas pelukan dari Aina.
Lama keduanya saling berpelukan, Aina seakan tidak ingin melepaskan dekapan itu. Aina menenggelamkan wajahnya di ceruk leher suaminya.
"Hiks..." Luruh sudah, pertahanan Aina hancur. Ia tidak bisa menahan isakan, saat tangannya tidak sengaja menyentuh punggung Bara yang terluka.
Bara bisa merasakan tubuh istrinya yang bermetar. Pemuda itu berusaha melerai pelukan, dengan sedikit susah akhirnya pelukan mereka terlepas.
"Ssstt, jangan nangis," ucap lembut Bara. Tangannya terulur ke arah bawah mata Aina, dengan hati-hati Bara menyeka Air mata yang hendak kembali turun.
Bohong jika Aina mengatakan dia tidak khawatir pada Bara, karena semua sudah terlihat dari gerak tubuhnya.
"Kenapa Kak. Hiks. Kenapa Kakak ngelakuin itu. Hiks–" Aina tidak sanggup lagi untuk berucap.
Bara menghembuskan nafas dalam, tangannya bertengger di atas bahu Aina. "Lo tau dari siapa?" tanyanya.
Aina menggeleng. "Aina tau aja, hiks."
Bara kembali menyeka air mata Aina. "Aina ta–kut. Hiks." Aina berucap lirih, ia menundukkan kepalanya.
Bara menarik tubuh Aina agar kembali mendekat, ia mendekap istri mungilnya itu ke dalam pelukannya. Bara mengusap lembut punggung Aina, seraya mengecup ubun-ubun istrinya itu.
Melihat kedatangan Aina, membuat sedikit rasa sakit Bara berkurang. Bara justru merasakan kehangatan.
"Hei, jangan nangis. I'm oke," bisik Bara tepat di telinga Aina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Di Balik Seragam SMA (Lengkap)
RandomGadis bercadar, hafizah al-quran, taat agama, dinyatakan hamil di luar ikatan pernikahan. Saat masih kelas XI masa berseragam putih abu-abu. ~~~~×××~~~~ Tidak ada yang tau, kenapa gadis itu selalu menggunakan jaket, ketika ia kel...