41. UANG JAJAN

46.4K 5.1K 543
                                    

Sudah satu bulan lamanya pernikahan Aina dan Bara, sampai saat ini tidak ada hal buruk yang mendera pernikahan mereka. Hanya saja, tidak ada perkembangan untuk hubungan keduanya, masih sama seperti sebelumnya.

Bara dan Aina masih dalam proses saling menerima, walaupun itu sulit untuk keduanya.

Saat ini, Aina dan Bara sedang berada di lahan parkir SMA grahamtama. Baru saja menginjakkan kaki di sana, mereka sudah disambut oleh murid-murid dengan histeris memuji ketampanan Bara.

"Mereka seperti tidak pernah melihat cowok aja," dumel Aina. Dia sedikit kesal, bagaimana mereka bisa memuji bahkan berteriak mengagumi suami orang, di depan istrinya sendiri.

"Mungkin di antara banyak cowok, cuma gue yang paling ganteng," timpal Bara. Tangan pemuda itu terangkat, ia berniat membuka helm yang dipakai istrinya.

Aina sedikit mengerucutkan bibirnya, suaminya ini sangat kepedean sekali. "Masa sih, gantengan juga Kak Husein."

Raut dan aura Bara menjadi dingin dan mecekam. "Ai, jangan bikin ribut. Ini masih pagi!" peringat Bara. Pemuda itu berhasil membuka helm yang dipakai Aina.

Selalu saja, jika Aina menyebutkan nama Husein, Bara menjadi sensitif. Kadang kala, hal itu membuat keduanya bertengkar. Namun, beberapa saat kemudian mereka kembali seperti biasa.

"Padahal kan, Aina bilang tentang Husein cucunya nabi Muhammad," ujar Aina.

Tangan Bara terangkat ke dua belah bahu Aina. "Ai, jangan pernah lo nyebut laki-laki lain di depan gue. Gue nggak suka."

Sedikit banyak, Aina mengerti sifat Bara setelah satu bulan bersama. Bara akan dingin dan care di waktu yang bersamaan.

"Kakak cemburu?" cicit Aina. Mata belonya menatap polos pada Bara. Gadis itu harus menengadah, agar bisa melihat langsung kornea mata suaminya.

Bara menggeleng. "Gue nggak cemburu. Tapi gue suami lo, kalo gue bilang nggak suka ya bearti nggak suka. Paham?"

Aina mangut saja. "Iya, Aina ngerti."

Untunglah, sedari tadi perbincangan mereka tidak ada yang mendengar, karena mereka memang sengaja mengecilkan volume suara.

Bara menghembuskan nafas lega. "Lagian apa bagusnya sih si Husein. Gantengan juga gue. Apa coba, bagusnya dia dibanding gue?"

"Kak, bagi Aina, kalian berdua sama-sama tampan, tapi yang membedakan Kak Husein lebih beribawa," ujar Aina. Ia berkata jujur, karena itulah pandangannya untuk ukuran tampan.

Bara mendengus tidak suka, ia menurunkan tangan dari bahu Aina. Suami mana yang tidak kesal, jika istrinya memuji laki-laki lain. Yang, sudah Bara anggap adalah teman saingannya.

Dengan alis terangkat sebelah, Bara bertanya, "Emang gue nggak berwibawa, hah?"

Aina menggeleng. "Kak Bara tampan, tapi hanya itu. Tidak ada wibawa. Sedangkan Husein, dia tampan sekaligus berwibawa karena bantuan air wudhu jadinya terlihat cerah. Ngerti kan maksud Aina?"

Bara sedikit tersinggung dan tersindir, tapi akhir-akhir ini dia juga sering wudhu dan melaksanakan sholat lima waktu. Ya, walaupun baru sholat fardhu. Tapi, itu progres yang baik untuk pemuda seperti Bara.

Tanpa sadar, tangan Bara terkepal di sisi tubuhnya. "Lo emang jago bikin gue emosi," ujar Bara.

Setelah mengatakan itu, Bara membalikkan badannya dan berlalu pergi. Entahlah, dia sedikit emosi. Bara tidak ingin, justru nanti melampiaskan pada istrinya.

"Kak Bara mau ke mana?!" panggil Aina. Dia berusaha mengejar Bara, dengan cara mempercepat langkahnya.

"Kak Bara!" Lagi-lagi, Bara tak menghiraukan panggilan Aina.

Bayi Di Balik Seragam SMA (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang