40. KETULUSAN AINA

48K 5.4K 344
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sedikit scene Bara dan Aina. Semoga bisa mengobati kangen kalian. Dan, membayar penantian kalian.

Wajah Bara yang biasanya terlihat sangar dan memberikan aura mencekam. Kadang juga wajahnya memperlihatkan raut menyebalkan. Namun, kali ini semua itu hilang tergantikan dengan wajah pucat, hidung dan matanya memerah.

Sudah berulang kali, Bara keluar masuk toilet untuk memutahkan isi perutnya.

Aina duduk di atas ranjang, dia tidak diizinkan untuk mengikuti suaminya.

"Kakak nggak papa? Perlu Aina bantu ke toilet?" tanya Aina.

Bara menolehkan pandang ke arah Aina, dengan cepat pemuda itu menggeleng. "Ngga usah, ntar lo capek. Udah mending lo istirahat aja, besok sekolah."

Aina menatap khawatir dengan Bara, pemuda itu tengah duduk di kursi belajar. Bara memijit batang hidungnya, untuk menetralkan rasa pusing di kepalanya.

"Apa Kakak ada makan sesuatu yang salah hari ini?" tanya Aina. Dia hendak mendekat ke arah Bara berada.

"Udah gue bilang, tetap di atas kasur. Tidur, Ai, tidur. Gue cuma pusing ama mual." Bara mengangkat tangannya di udara agar Aina menghentikan pergerakannya.

"Ish, gimana Aina bisa diem aja. Muka Kakak udah pucet banget lho."

Bara mendengus sedikit kesal. Pemuda itu beranjak, ia mendekat ke arah Aina yang berada di atas ranjang.

Dengan tanpa aba-aba, Bara merebahkan diri di atas ranjang, dengan paha Aina sebagai bantalnya. Tentu saja, hal itu membuat Aina tertegun. Gadis itu bisa merasakan dentang jantungnya begitu cepat.

"Apa yang Kakak lakukan?" tanya Aina. Dirinya menjadi kikuk, karena posisi mereka saat ini.

Bara tidak menjawab, ia memperbaiki posisi kini menjadi menghadap tepat ke perut Aina. Ya, tempat buah hati yang tidak mereka inginkan kehadirannya dulu, namun kini rasa sayang bertumbuh begitu besar untuk janin itu.

"Geli Kak," ujar Aina. Dia terkekeh, karena merasakan hembusan nafas Bara pada perutnya.

"Gue boleh buka baju yang di bagian perut lo nggak?" tanya Bara.

Aina hendak menolak, tapi dia juga kasihan terhadap Bara. Dengan ragu, gadis itu mengangguk.

Mendapatkan persetujuan dari sang empunya, Bara dengan gerakan telaten menyingkap baju yang yang menutupi bagian perut Aina. Kini, terlihat perut datar yang mulus terpampang di hadapan Bara.

"Hallo, ini papa, sayang." Bara mengusap lembut perut Aina. Sontak, seluruh bulu roma Aina berdiri, darahnya mendesir hangat. Dia tidak menyangka akan kalimat yang keluar dari bibir Bara.

"Ai, pusing ama mual gue rada mendingan," ucap Bara.

Aina mengerutkan alisnya. "Kok bisa gitu, ya?" Bara hanya mengedikkan bahu.

Telapak tangan Bara masih setia mengusap perut Aina. "Papa sayang ucul yang di dalem rahim, istri papa."

Aina terkekeh. "Siapa Ucul, Kak?"

"Anak kita," jawab spontan Bara.

Mendengar jawaban itu, mata Aina memanas. Apa Bara baru saja mengakui bahwa yang di rahimnya adalah anak pemuda itu.

Sungguh, kalimat 'anak kita' mampu membuat Aina mendapatkan sedikit kebahagiaan menghampiri. Asa rasa tidak percaya pasar diri gadis itu, jika saat ini dia sudah menjadi istri dan akan menjadi seorang ibu.

Bayi Di Balik Seragam SMA (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang