Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Horeeee 🤣 aku datang lagi. Ada yg kangen nggak?
WARNING: author nggak suka cerita yang ada orang ketiga.
Bisa-bisanya kalian menuhin challenge dalam satu malam, bahkan lebih 😍😘
Aku double up dulu ya hehe, kalo rame kek kemaren besok akan tripel, gimana? Hehehe.
Husein yang menghadap kembali ke arah pintu, hanya bisa menghela nafas lega. Sebenarnya, pemuda itu belum melihat wajah Aina karena terhalang oleh tubuh Bara.
Husein masih mencerna apa yang baru saja terjadi, apa yang dilakukan oleh Aina dan Bara. Mereka berdua berciuman? Husein tidak habis pikir dengan hal itu.
"Pake cadar lo." Bara meraih kain hitam yang berada di atas nakas di sebelah brankar. Bara mengulurkan kain itu pada Aina.
Tidak banyak berkata, langsung saja Aina meraih benda yang disodorkan dan memakainya.
Bara menghela nafas lega. "Hampir saja," batinnya. Bara menoleh ke arah Husein yang ada di depan pintu, ia menatap tajam dan tak suka.
"Ngapain lo di sini!?" tanya Bara pada Husein.
Husein membalikkan badannya, ia berusaha menetralisir raut wajahnya agar kembali normal. Pemuda itu melangkah maju ke arah Bara.
"Saya ke sini karena mewakili komunitas Rohis untuk menjenguk Aina," alibi Husein. Itu adalah satu dari seribu alasan. Husein ke sini karena memiliki niat tertentu.
Husein mengulurkan tangannya pada Bara. "Ah ya, perkenalkan saya Husein ketua dari organisasi Rohis."
Bara menurunkan pandangnya melihat ke arah tangan Husein. Tanpa ada niat untuk membalas salaman itu, Bara berkata, "Oh." Setelahnya, dia melangkah ke arah sofa yang ada di salah satu sudut ruangan.
Husein tersenyum kikuk, memandang tangannya sendiri yang terangkat ke udara. Dengan perlahan dia kembali menarik tangannya.
Tanpa menghiraukan kehadiran Bara, Husein beralih pada Aina yang masih diam memperhatikan interaksi antar keduanya.
Saat melihat Husein tadi sampai detik ini, Aina menggigit bibir bawahnya. Ia takut Husein mengira hal yang tidak-tidak tentang dirinya dan Bara.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," salam Husein pada Aina.
Tanpa sadar, Aina tersenyum kecil di balik cadarnya. Namun hal itu hanya bertahan beberapa detik saja. "Astagfirullahaladzim," gumam Aina.
"Waalaikumusalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Aina.
"Ah iya, ini ada buah buat kamu." Husein menunjuk tangan kirinya yang membawa sekeranjang buah.
Aina mengangguk. "Tarok di atas nakas aja, Kak." Aina menunjuk nakas yang ada di sebelahnya.
Husein mengikuti arahan dari Aina. "Syafakillah ya ukhti Aina," ujarnya.
"Syafakillah yi ikhti Aina," timpal Bara menirukan gaya bicara Husein, hal itu lebih terdengar seperti mengejek. Bara menyibukkan diri dengan ponselnya.
Bara yang sedari tadi memperhatikan interaksi antar istrinya dan pemuda yang katanya ketua Rohis itu, sebenarnya sedari awal dia sudah mendapati alarm bahaya dari si Husein itu.
Husein berdehem. Dia juga mengetahui, jika Bara menyambut kurang baik dirinya di ruang ini.
"Aina, kok kamu nggak bilang jika Bara itu adalah kakak kamu?" tanya polos Husein.
Hampir saja Bara tersedak dengan air liurnya sendiri, saat mendengar tuturan kalimat Husein. Apa maksudnya, kakak?
"Jangan-jangan, tu cewek cantik di balik kain hitam lagi yang bilang kek gitu sama Husein ini?" Di pikiran Bara sudah mulai berkeliaran pertanyaan dan pernyataan yang negatif.
Bara mengalihkan pandang dari ponselnya ke arah Aina, memandang tajam. Gadis itu juga hampir sama dengan Bara, dia bingung mengapa Husein mengatakan hal seperti itu.
"Apa maksud kakak?" tanya Aina, dia memandang wajah Husein. Pemuda itu berbicara sedari tadi dengannya, seraya menundukkan pandangan.
Expresi tidak terduga ditampakkan oleh Husein, pemuda itu justru terkekeh hampir melepaskan tawa. "Aina, kamu tidak perlu berpura-pura lagi kok jika sama saya. Saya sudah tahu, jika kamu dan Bara adalah kakak adik." Husein berucap setelah berhasil menahan tawanya. Ternyata, Aina masih berusaha menutupi masalah ini.
"Ah, bukan cuma saya yang tahu. Satu sekolah juga sudah tahu, jika kalian adalah kakak adik. Ya, walaupun saya tidak tahu kenapa kamu menyembunyikan fakta ini. Tapi saya tidak berhak terlalu ikut campur dan kepo dengan alasannya kan?" Husein menjelaskan panjang lebar, ya tidak dia sadari informasi itu bisa membuat Aina dan Bara menyimpan banyak tanda tanya di pikiran mereka.
"Hah?" Aina masih tidak mengerti ke arah mana penjelasan Husein. Apalagi, pemuda itu mengatakan jika seluruh sekolah sudah tahu. Itu artinya mereka menganggap Aina dan Bara adalah kakak adik, buka suami istri.
Husein mengangguk. "Setelah kamu meluk Bara tadi di kantin dan Bara menggendong kamu, teman-teman kakak kamu itu menjelaskan dan mengumumkan jika kalian itu adalah kakak adik."
Aina ternganga di balik cadarnya, kenapa bisa menjadi seperti itu. Semua itu sangat jauh dari kenyataan yang sebenarnya terjadi. Aina pikir, teman-teman suaminya itu sudah mengetahui semua hubungannya dengan Bara, tapi kenapa mereka menjelaskan hal seperti itu.
Bara terdiam di atas sofa, ia duduk dengan tegap dan muka datar. Tanpa sadar, tangannya terkepal di sisi tubuhnya. Kenapa rasanya begitu sesak, saat hubungannya dan Aina hanya sebatas kakak adik. Padahal, hal itu lebih baik, daripada mereka tahu hubungan yang sebenarnya.
"Tapi kok gue ngerasa nggak terima ya?" tanya Bara di dalam hati.
"Siapa yang bilang seperti itu, Kak?" tanya Aina lagi pada Husein. Bagaimanapun semua ini masih abu-abu baginya.
"Teman Bara yang bernama Arya," ucap Husein jujur. Karena memang Aryalah yang memberikan informasi itu.
Kepalan tangan Bara semakin menguat, pandangannya lurus ke depan. "Arya, lo bosan hidup rupanya," batin Bara. Dia mengupati sahabatnya itu dengan mengabsen makluk yang hidup di kebun binatang.
"Padahal awalnya saya sudah suudzon sama hubungan kalian, melihat betapa dekatnya kalian," kata Husein.
Aina hanya diam tidak menanggapi, karena dia bingung harus apa.
"Seandainya kamu bilang jika kamu dan Bara kakak adek, mungkin saya tidak akan kepikiran," cicit Husein. Dia berbicara hati-hati.
Aina mengerutkan keningnya. "Kepikiran apa Kak?"
Sebelum berucap lebih lanjut, Husein menarik nafasnya dalam lalu menghembuskannya perlahan. "Kepikiran, takut saya tidak bisa memiliki kamu."
Mata Aina seakan hendak keluar, saat mendengar menuturan pemuda yang ada di sebelahnya kini. "Maksud Kakak?" Aina mencoba memastikan.
Husein menunduk. Dia meraih sesuatu yang ada di dalam saku celananya, setelah mendapatkannya dia memberikan pada Aina.
"Saya menemukan surat ini di loker kamu. Bukannya, saya tidak sopan karena mengambilnya. Tapi waktu itu saya melihat loker kamu terbuka dan surat ini jatuh waktu saya lewat. Maaf karena saya penasaran, saya membukanya." Husein tetap menunduk dalam menjelaskannya, dia akui dia telah salah karena melakukan hal itu.
Aina dengan segera meraih kertas yang berwarna biru itu dari tangan Husein.
"Dari surat itu saya tahu, jika kamu menyimpan rasa pada saya," ujar Husein. Dia tidak menyadari, jika tidak jauh darinya ada seorang pemuda yang tengah menahan panasnya api cemburu yang membara.
Bara mengepalkan tangannya, tidak disadari rona merah menyebar di wajah dan telinganya. Walaupun Bara terlihat acuh, namun dia memasang indra pendengaran pada percakapan istrinya dan Husein.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Di Balik Seragam SMA (Lengkap)
CasualeGadis bercadar, hafizah al-quran, taat agama, dinyatakan hamil di luar ikatan pernikahan. Saat masih kelas XI masa berseragam putih abu-abu. ~~~~×××~~~~ Tidak ada yang tau, kenapa gadis itu selalu menggunakan jaket, ketika ia kel...