14. BARA PERHATIAN.

79.3K 5.9K 88
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh 😘

KakRose menyapa dari, Kerinci, Jambi 😍

Bara sepertinya kalah tantangan oleh mamanya, dan karena itu ia harus menemui si bajingan, papanya.

Aina terdiam, seperti menyadari sesuatu. Perlahan tapi pasti dia memutar badannya menghadap ke arah ranjang. Tubuhnya seketika menegang. "Astagfirullah! Kak Bara," teriak Aina histeris.

Sontak saja Bara menutup kembali matanya, dan untungnya Aina tidak sadar tadi Bara membuka mata, karena matanya terbuka sedikit. Aina mendekat ke arah Bara, untuk memastikan bahwa suaminya itu benar-benar sedang tidur.

Aina mengkibas-kibas tangannya di depan wajah Bara, dan sepertinya laki-laki itu benar-benar tidur. Bara mati-matian berusaha agar matanya tidak bergerak.

Aroma kulit Aina tercium oleh hidung Bara, aroma vanilla. Bara ingat waktu malam itu, karena aroma inilah yang membuatnya hilang kendali. Memang harum, tapi Bara tidak tahu kenapa dirinya seperti itu.

"Alhamdulillah," ucap Aina, mengusap dadanya. Ia bernafas lega. Lalu kembali ke aktivitasnya tadi. Bara masih dengan aktingnya, berpura-pura tidur.

Aina masuk ke kamar ganti, untuk mengenakan pakaian nya. Setelah itu, ia keluar dari ruang ganti.

Aina meraih mukena nya pada rak-nya. Menghamparkan sajadah pada lantai, menghadap kiblat. Ini sudah masuk waktu sholat isya. Sebenarnya ia ingin membangunkan Bara untuk sholat berjamaah, tapi urung ia lakukan, karena pesimis akan hasil.

Bara memperhatikan semua gerak-gerik Aina dalam sholatnya. Bara merasa ada yang aneh, dan sedikit menghangatkan hatinya.

"Baru juga beberapa hari kenal ama lu, kenapa rasanya begitu banyak yang berubah. Hidup gue, seperti diputar seratus delapan puluh drajat." Bara membatin. Benci terhadap Aina, hanya karena dia terlalu baik dan terbilang naif bagi Bara. Itu cukup masuk akal menjadi alasannya. Bara tidak tau bagaimana ia akan menjalankan hidupnya ke depan.

"Tabaarokallazii biyadihil-mulku wa huwa 'alaa kulli syai'ing qodiir."

Refleks Bara menoleh ke arah Aina, saat mendengar alunan ayat suci Al-Quran dilantunkan. Bulu roma Bara, seketika berdiri, merinding mendengarnya. Suara begitu halus dan lembut, dengan sopan masuk ke dalam indra pendengaran Bara.

"Allazii kholaqol-mauta wal-hayaata liyabluwakum ayyukum ahsanu 'amalaa, wa huwal-'aziizul-ghofuur."

"Allazii kholaqo sab'a samaawaating thibaaqoo, maa taroo fii kholqir-rohmaani ming tafaawut, farji'il-bashoro hal taroo ming futhuur."

Bara menikmati setiap huruf yang dibacakan oleh Aina. Tidak terasa seolah dibelai oleh angin, membuat Bara terhanyut ke alam mimpi, saking merdunya suara Aina.

Aina menyudahi bacaannya. Ia menoleh ke arah Bara, yang ternyata masih tidur. Aina berdiri merapikan mukena nya. Ia meraih cadarnya dan menggunakan, siap siaga jika nanti Bara bangun dari tidurnya.

Aina menatap Bara lekat. "Sebenarnya kak Bara itu ganteng, tapi perilakunya tidak cocoknya dengan tampangnya."

Karena Bara sudah tertidur di ranjangnya, Aina lebih memilih merebahkan diri di atas sofa yang tersedia dikamarnya.

Sebenarnya bisa saja Aina tidur di ranjang juga, karena ranjangnya cukup besar untuk menampung dua orang. Namun, Aina tidak terbiasa tidur dengan seorang laki-laki, ya walaupun sekarang Bara telah menjadi suaminya tapi tetap saja.

Tidur di sofa juga bukanlah pilihan yang bagus, karena Aina yakin besok pagi ia akan merasakan sakit di seluruh tubuhnya. Walaupun sofa itu se empuk kasurnya.

Bayi Di Balik Seragam SMA (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang