50. KETEMU PAPA MERTUA

45.5K 5K 791
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bara menarik tubuh mungil Aina ke dalam dekapannya. Aina tidak menolak, justru ia menyandarkan kepalanya tepat di dada bidang sang suami.

Bara dan Aina saat ini menggunakan baju tidur couple berwarna biru, dengan motif kartun doraemon.

"Ngga ngantuk?" tanya Aina. Ia sedikit menengadah untuk melihat wajah Bara dari sudut bawah.

Bara menggeleng. "Belum ngantuk. Mau nemanin?" Tangan pemuda itu kini beralih mengusap lembut surai panjang milik Aina.

"Temenin begadang?" tanya Aina. Bara tidak langsung menjawab, ia justru menerbitkan senyum.

"Temenin seumur hidup," ujar Bara.

Seakan ini pertama kalinya Aina mendengar Bara menggombal, reaksi pipinya masih sama, yaitu menimbulkan rona kemerahan.

Bara tidak bisa untuk tidak mengembangkan senyum, sangat gemas dengan Aina. Sungguh, Bara tidak menyangka kehidupan pernikahan yang sebelumnya ia kira akan berantakan justru kini menjadi sumber utama kebahagiaannya.

"Ayok," jawab Aina dengan nada malu. Ia  semakin menyembunyikan wajahnya di dada bidang milik Bara.

Lama keduanya terdiam, menikmati setiap hembusan nafas yang bersahutan di antara kesunyian yang ada. Merasakan dengan lamat, setiap detik kehangatan yang ada.

"Aina, nanti siapapun yang pertama kali mengucapkan kata pisah dia yang bakal mentraktir umroh berdua, gimana?" tanya Bara.

Aina mengerutkan alisnya. Gadis itu menjauhkan wajahnya, kini berhadapan langsung dengan wajah Bara.

"Ada apa, kenapa tiba-tiba ngomong seperti itu?" tanya Aina. Sungguh ada rasa tidak suka saat Bara mengatakan itu.

Bara menghembuskan nafas beratnya. "Ai, kita ngga akan tau apa yang terjadi di masa depan."

"Kakak mau ninggalin Aina?" todong Aina. Gadis itu menjauhkan tubuhnya dari dekapan Bara. Wajahnya menampilkan ekspresi cemberut.

"Kan seandainya..." Bara memelas. Bisa ia lihat mata Aina sudah berkaca-kaca. "Eh ngga kok, Ai. Becanda lho sayang. Jangan nangis."
Aina tidak tau, ia memiliki firasat jika apa yang dikatakan Bara bukanlah sebuah candaan.

"Becandanya ngga lucu," ujar Aina dengan nada gemetar.

Bara kembali menarik tubuh mungil Aina ke dalam pelukannya. "Iya sayang iya. Maaf ya."

"Kak, apapun yang terjadi nanti. Aina mohon, jangan benci Aina ya. Jangan tinggalin Aina juga. Anggaplah semua itu adalah hal yang terbaik untuk kita," kata Aina. Tanpa banyak bertanya, Bara hanya mengangguk mengiyakan.

Suasana yang tadinya hangat, kini berubah menjadi kaku. Pembahasan ini terlalu sensitif untuk mereka berdua.

Bara berdehem. "Yaudah Ai, lo tidur gih. Besok sekolah lho."

Aina menggeleng. Gadis itu melingkarkan tangannya ke pinggang Bara, semakin mengeratkan pelukan. "Ngga ah, tadi katanya nyuruh nemanin seumur hidup."

"Yaudah temanin begadang. Baca al-quran tadi udah. Kita nonton aja deh ya di laptop." Bara memberikan saran. Kini ia beralih mengambil laptop yang ada di atas nakas berada tidak jauh darinya.

Aina menghentikan pergerakan Bara. "Ngga usah, Aina lagi nggak mood nonton."

Mendengar turunan Aina, Bara kembali meletakkan laptop di tempat semula.

"Gimana kalo kita baca buku?" tanya Aina.

Bara berfikir sejenak. "Gue udah baca semua buku itu." Pemuda itu menunjuk rak buku yang ada di meja belajar. "Bosen kalo harus ngulang."

Bayi Di Balik Seragam SMA (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang